Dalam monumen lain di Wilhelmina Park tersebut diceritakan Depati Amir dan adiknya yang bernama Depati Hamzah ditangkap Belanda pada 1851 dan diasingkan ke Kampung Airmata, Kupang, yang kini di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pada 28 Februari 1851, Depati Amir dan adiknya Depati Hamzah diberangkatkan ke Kupang dengan kapal uap Onrust. Kedua putera Bangka tersebut juga menyebarkan agama Islam di Pulau Timor selama dalam pengasingan. Kemudian, Depati Amir dan Depati Hamzah dipindahkan ke Bonipoi dan mereka membangun mesjid diberi nama Al-Ikhlas.
Monumen selanjutnya, disebutkan juga bahwa ayah Depati Amir dan Depati Hamzah, yakni Depati Bahrin juga memimpin perlawanan besar masyarakat Bangka. Di bawah kepemimpinan Depati Bahrin, Kepala Residen Belanda MAP Smissaert dipenggal pada 1819.
Kemudian monumen yang menceritakan perjuangan Bung Hatta ketika diasingkan pada 22 Desember 1948. Wakil Presiden RI Bung Hatta diasingkan ke Pulau Bangka bersama RS Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), Mr Assaat (Ketua KNIP), dan Mr AG Pringgodigdo (Sekretaris Negara). Seluruh pendiri bangsa yang diasingkan ke Pulau Bangka itu sering dikenal dengan "Kelompok Bangka" (Trace Bangka).
Melalui diplomasi yang gigih dan dimediasi United Nations Comission for Indonesia (UNCI) dari Trace Bangka, lahirlah Perjanjian Roem Royen (Roem Royen Statement) pada 7 Mei 1949. Ketika itu, Mr AG Pringgodigdo mengatakan "Aku merasa ada dua sumber percaturan internasional di dunia ini yaitu United Nations dan Bangka".