Kemudian, ada monumen "Pangkal Pinang, Pangkal Kemenangan" dengan keluarnya persetujuan Belanda tentang kembalinya Pemerintahan RI ke Yogyakarta melalui Perjanjian Roem Royen.
Sebelum berangkat ke Yogyakarta, Bung Karno yang juga ikut diungsikan ke Pulau Bangka melakukan paminta dengan masyarakat di salah satu tempat yang berada di depan Masjid Almuhajirin, Kota Pangkal Pinang pada 6 Juli 1949.
Di hadapan masyarakat Bangka, Bung Karno menyampaikan pidato dan kalimat yang mengesankan yaitu "Dari Pangkal Pinang, pangkal kemenangan bagi perjuangan".
Sedangkan monumen terakhir berisi tentang Konferensi Pangkal Pinang di Panti Wangka yang dulu sering disebut "Societet Concordia" atau "de Harmonie" pada tanggal 1-12 Oktober 1946. Konferensi Pangkal Pinang merupakan kelanjutan dari Konferensi Federal di Malino, Sulawesi Selatan yang digelar pada 15-25 Juli 1946.
Belanda memilih Pangkal Pinang sebagai lokasi konferensi tersebut karena ingin menjadikan daerah-daerah yang ada di luar Pulau Jawa dan Pulau Sumatera sebagai basis kekuatan mereka.
Konferensi yang diikuti 80 delegasi tersebut dimaksudkan untuk menyatukan pendapat dari berbagai golongan minoritas yaitu Eropa, Arab, China, dan India.
Namun, para pendukung kemerdekaan menolak dan menentang konferensi itu karena dinilai sebagai strategi Van Mook, Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan Pemimpin NICA untuk membentuk negara federal Bangka Belitung dan Riau dalam Republik Indonesia Serikat sebagai Uni Indonesia-Belanda. (*)
Baca juga berita lainnya dalam artikel: Glamping De‘Loano, Destinasi yang Lagi Tren di Kalangan Muda-Mudi Purworejo