Sulastri memalingkan badannya dari wajah Pocel untuk keluar dari tempat itu. Namun tiba-tiba, tangan Sulastri dipegang begitu erat oleh Pocel sambil berkata dengan nada meninggi, "Hei Sulastri! Ingat, kamu ini janda dan tamatan Sekolah Menengah Pertama pula! Mana ada lelaki yang mau menjaga atau menikahimu! Ingat Sulastri, aku pernah merasakan tubuhmu, dua kali. Akan aku sebar kejadian tadi ke semua orang, agar kamu malu tak terkirakan!"
Mendengar gertakan Pocel, sontak Sulastri diam. Memikirkan masa depan dia dan juga anaknya.
Mungkin karena Sulastri hanya tamatan SMP, jadi percaya saja akan ucapan Pocel yang akan menyiarkan hubungan gelapnya ke semua orang. Padahal, Pocel sendiri tidak akan berani untuk menyampaikannya.
Lalu Sulastri membalikkan badan, menampar lagi Pocel beriringan air mata yang menetes seraya berkata, "Sungguh! Kamu jahat sekali, Mas!"
Kesepakatan antara Pocel dan Sulastri pun terjadi ketika itu. Sehingga akhirnya, Sulastri menerima pekerjaan yang sama sekali ia tolak.
Masuk lagi ke dalam ruangan yang posisi Kirman masih sama seperti awal. Kaki dibentangkan di atas meja sambil menghisap cerutu yang belum juga habis terbakar.
Pocel berkata kepada Kirman, "Maaf, Bos, jadi menunggu agak lama."
"Oh, ndak apa-apa.. Jadi, bagaimana keputusanmu, Su. Mau ndak? Oh ya, kenapa itu dengan matamu. Kok membengkak?" tanya Kirman yang sesungguhnya hanya sekadar basa-basi saja.
Karena masih terguncang. Sulastri hanya diam seribu bahasa. Tidak mampu lagi untuk banyak berkata. Akhirnya Pocel menjelaskan, "Iya, Bos. Jadi begini intinya. Sulastri mau menerima tawaran itu dengan upah, hmmmm... Seratus lima puluh. Bagaimana?"
Dengan wajah congkak, Kirman menjawab, "Oh. Tenang saja. Kalau memang layananmu memuaskan para pelanggan, saya tambahkan lagi menjadi dua ratus tujuh puluh lima perak. Bagaimana?"
Uang yang ia hasilkan memang semakin besar. Namun, luka hati yang Sulastri dapat jauh lebih besar sehingga ia tidak lagi menjawab pertanyaan Kirman. Dan lagi, Pocel lah yang ambil bagian dialog ini, seolah-olah seperti juru bicaranya Sulastri.
"Wah, bos Kirman baik sekali. Pasti, nanti Sulastri akan senang mendapatkan uang yang sebegitu banyak. Bisa untuk membeli apa pun yang ia dan anaknya butuhkan. Iya, 'kan, Su?" jelas Pocel sambil menginjak kaki Sulastri.
Karena benar-benar sudah merasa tidak berdaya dengan perlakuan Pocel, akhirnya Sulastri buka bicara dengan berkata, "Iya. Terima kasih untuk semuanya," jawab Sulastri dengan nada getir.
Dalam hati yang rasa sedih dan putus asa membaur menjadi satu. Muncul keinginan Sulastri untuk mengakhiri hidupnya. Namun, seketika membayangkan wajah Urip yang masih sangat kecil itu, akhirnya membenamkan niatan buruk Sulastri untuk bunuh diri.
Sebenarnya, suasana di dalam ruangan itu menjadi canggung seketika. Yang awal tertawa dan cerita bersama. Kini sepi seperti tiada penghuninya.
Adapun Kirman, menatap mata dan wajah Sulastri teramat dalam. Dan sudah jelas sambil membayangkan tubuh Sulastri yang begitu aduhai sehingga memompa gairahnya untuk tidur dengannya segera. Kirman mendekat ke arah Sulastri yang dari awal menunduk benar-benar tiada berdaya, sedangkan Pocel hanya senyum melihat Kirman. Karena Pocel tahu betul akan maksud dan tujuan Kirman mendekat.
Dimulai menghusap rambut perlahan, Sulastri terdiam, sungguh kasihan, sungguh. Memegang pundak Sulastri dan mengelus-elus seperti orang yang sedang kasmaran. Menempelkan bibirnya ke telinga Sulastri sambil berbisik, "Di sini, akulah rajanya. Kamu mau minta apa, tinggal bilang saja. Tidak ada satu pun manusia yang berani mencegah keinginanku."
Mental Sulastri yang sudah jatuh, terus dibuat hancur oleh ucapan Kirman. Badan melemas kehilangan tenaga. Tenaga untuk Sulastri berlari, apalagi untuk melawan dua manusia bejat tersebut. Gairah Kirman kian memuncak saat mencium wangi tengkuk leher Sulastri. Tanpa basa-basi, memegang lengannya dan menarik Sulastri dengan paksa. Mana lagi kalau bukan mengajak Sulastri masuk ke kamar maksiatnya.
Aduh, benar-benar tidak tega melihat keadaan Sulastri. Si penulis pun sebenarnya berharap ada kekuatan yang dimiliki Sulastri sehingga mampu melawan Kirman maupun Pocel. Dan bersorak sorai, "Ayo Sulastri! Hajar mereka!!!!" Tapi sayang, tidak ada.
Kemudian, sesampainya di kamar, badan Sulastri yang lemas itu dilempar ke tengah ranjang empuk dibalut selimut yang wangi sekali. Sulastri masih terdiam. Tidak melakukan apa-apa. Bisa jadi karena takut akan ucapan Kirman barusan.
"Ayo, cantik. Kita bersenang-senang. Kamu ndak usah memikirkan apa-apa. Tenang, tubuhmu akan aku hargai. Meskipun aku bosmu, tapi bukan berarti aku bisa memperlakukanmu dengan semena-mena. Ha ha ha," ucap Kirman sambil membuka pakaiannya sendiri hingga telanjang bulat seperti binatang di hutan. Menenggak obat semacam pil kuat untuk mendapatkan kepuasan.