2. Sineas lokal mulai bermunculan

Darah dan Doa (Sumber: IMDb)
Darah dan Doa (Foto: IMDb)

Geliat industri film Indonesia terus mengalami kemajuan. Hanya saja saat itu produksi film masih dipengang perusahaan dan sutradara asing. Hingga di 30 Maret 1950 pengambilan gambar pertama kali dilakukan sutradara asli Indonesia Usmar Ismail untuk film Darah & Doa atau Long March of Siliwangi. Tanggal bersejarah ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Film Nasional.

Selain sutradara, film tersebut juga dibawahi oleh perusahaan milik orang Indonesia bernama Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia). Kemudian karena pemilik bioskop masih didominasi kalangan non pribumi, di tahun 1955 dibentuklah Persatuan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia dan Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GAPEBI). Setelah itu mereka melebuh menjadi Gabungan Bioskop Seluruh Indonesia (GABSI).

Seiring berjalannya waktu, industri film tanah air mengalami pasang surut. Misalnya saat menjelang pergantian Orde Lama ke Orde Baru. Karena gejolak politik jumlah bioskop menurun drastis. Ditambah lagi inflasi yang sangat besar dan kebijakan sanering di tahun 1966.

Geliat perfilman Indonesia mulai naik saat era 70-an hingga 90-an awal. Saat itu perfilman Indonesia bahkan bisa bersaing dengan karya-karya dari luar negeri. Hanya saja raksasa bioskop bermodal besar yakni Studio 21 membuat monopoli dan mematikan bioskop-bioskop kecil. Di masa ini pula mulai bermunculan pembajakan film.

Lanjut Baca lagi