3. Marsinah - Simbol Perjuangan Hak-Hak Buruh

pahlawan-nasional-2025-profil-lengkap

Baca juga:

Mensos Sebut Soeharto Penuhi Syarat Jadi Pahlawan Nasional, Ajak Publik Ingat yang Baik-Baik

Marsinah lahir di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur pada 10 April 1969. Ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara yang ibunya meninggal saat ia berusia tiga tahun.

Marsinah menempuh pendidikan di SDN Nglundo 2, SMPN 5 Nganjuk, dan SMA Muhammadiyah 1 Nganjuk, di mana ia dikenal sebagai siswa mandiri dan cerdas.

Selepas SMA, keterbatasan biaya membuatnya tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Marsinah kemudian bekerja sebagai buruh di PT Catur Putra Surya (CPS), sebuah pabrik jam tangan di Porong, Sidoarjo. Meski bekerja di pabrik, Marsinah tetap aktif mengikuti berbagai kursus untuk menambah pengetahuan dan memiliki minat baca yang tinggi.

Perjuangan dan Keberanian:

Sebagai buruh, Marsinah memiliki keingintahuan tinggi tentang aturan ketenagakerjaan. Banyak rekan kerjanya meminta saran darinya terkait berbagai hal dan ia tidak segan tampil membela teman-temannya yang diperlakukan tidak adil oleh perusahaan.

Marsinah menjadi pelopor aksi buruh di lingkungan perusahaannya dengan memperjuangkan hak-hak pekerja yang seringkali diabaikan.

Baca juga:

KSP Qodari Sebut Kakek Presiden Prabowo, Sang Bapak Oeang RI, Lebih dari Layak Jadi Pahlawan Nasional

Pada tahun 1993, pemerintah Jawa Timur mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur tentang kenaikan upah minimum regional (UMR) dari Rp1.700 menjadi Rp2.250 per hari. Namun, manajemen PT CPS menolak menaikkan upah sesuai ketetapan tersebut.

Sebagai respons, Marsinah dan rekan-rekannya mengorganisir aksi mogok kerja pada 3-4 Mei 1993, menuntut 12 poin perbaikan kondisi kerja termasuk kenaikan upah sesuai ketentuan pemerintah, perhitungan upah lembur yang adil, jaminan kesehatan, dan larangan intimidasi terhadap buruh yang melakukan pemogokan.

Marsinah menjadi salah satu dari 15 perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan dan Departemen Tenaga Kerja.

Pada 5 Mei 1993, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer 0816/Sidoarjo dan dipaksa mengundurkan diri. Marsinah sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya. Sekitar pukul 10 malam pada hari yang sama, Marsinah menghilang.

Pada 8 Mei 1993, jenazah Marsinah ditemukan di hutan Dusun Jegong, Desa Wilangan, Nganjuk, dalam kondisi yang sangat mengenaskan dengan luka-luka di sekujur tubuh.

Kematiannya mengejutkan masyarakat luas dan menjadikannya simbol perjuangan hak-hak buruh di Indonesia pada era Orde Baru. Hingga kini, nama Marsinah diabadikan sebagai ikon perjuangan keadilan bagi para pekerja.

Baca juga:

Peringatan Hari Pahlawan 10 November, Seluruh Rakyat Indonesia Diminta Mengheningkan Cipta Serentak Pukul 08.15