Masker

Harga masker sangat mahal karena jumlah permintaan yang sangat tinggi. "Karena demand-nya naik, maka harga masker juga memang jadi mahal banget disana. Bahkan masker benar-benar habis. Kalau beli online, isinya udah penipu semua. Kita sudah bayar tapi barangnya ga dianter-anter. Jadi di sana memang krisis masker banget. Banyak juga yang ngambil-ngambilin masker bekas dibikin kayak baru lagi trus dijual. Tapi, sekarang keadaan udah oke, supermarket juga udah restock barang," jelasnya.

"Masker mendadak harganya naik, yang surgical mask 1 biji 5 kuai (Rp10.000) gila kan! Trus gua berusaha cari lagi yang lebih murah. Dan gua ngincer N95 sih karena terlihat lebih firm aja gitu. Akhirnya gua dapat dengan harga 40 kuai (Rp80.000) tapi modelnya kayak masker kain gitu trus dalamnya bisa diganti-ganti lapisan PM 2.5 nya. Trus gua beli satu lagi harganya 66 kuai (Rp132.000) isinya 20 pieces," ungkap Nadya.

Baca juga:

Mpon-Mpon, Olahan Rempah Khas Indonesia Bisa Tangkal Virus Corona?

Respon Generasi Z dan Milenial

Orang-orang menggunakan masker kemana-mana (Foto Nikkel Aian Review)
Orang-orang menggunakan masker kemana-mana (Foto:Nikkel Aian Review)

Nadya mengatakan bahwa generasi Z dan milenial tidak merasa panik, " Mereka sangat dengerin pemerintah ngomong apa, mereka diam di rumah enggak kemana-mana. Generasi Z dan milenial juga mendengarkan omongan para dokter dan ahli, serta mengikuti metode-metode yang telah diberikan untuk mencegah penyebaran virus Corona."

Aktivitas masyarakat di Tiongkok

Masa libur Chinese New Year yang berakhir pada 24 sampai 30 Januari, diperpanjang oleh pemerintah jadi sampai 10 Februari. Banyak kantor yang memperpanjang liburnya sampai tanggal belasan Februari, bahkan ada yang 20 Februari baru masuk.

"Tapi di Shanghai, situasi udah jauh membaik sekarang. Kantor juga udah mulai pada buka lagi. Tapi sekolah belum, karena sekolah lebih berisiko. Bagi yg kuliah S1 gitu, dibuka kelas online. Udah dimulai dari awal maret kemarin. Begitu juga dengan yang scholarship dan exchange students. Tapi untuk yang sekolah bahasa, semua dipostponed. Belum ada pengumuman lebih lanjut tentang tanggal pasti masuk sekolahnya. Tapi kalau kantor, mau enggak mau harus mulai pada masuk kerja karena kalau enggak perekonomian bisa turun drastis," kata Nadya.

Kerugian

Menurut Nadya, kejadian ini sangat merugikan. "Itu kejadiannya agak di akhir Januari, sedangkan gua ditransfer uang jajan itu akhir bulan untuk bulan berikutnya gitu. Jadi kemarin itu gua sempet kesulitan sih," ungkapnya.

Akhir Januari sampai awal Februari juga menjadi waktu teman-temannya harus pulang sehingga Nadya banyak mengeluarkan uang untuk farewell party (pesta perpisahan).

"Duit gua.... beneran abis. Karena di bulan Januari awal itu gua banyak banget farewell party sama teman-teman. Kan semester kemarin berakhir Januari awal, jadi banyak yang pulang ke negaranya masing-masing dan enggak balik lagi. Jadi sekitar tanggal 20-an yang mulai heboh itu harus nyetok masker, duit gua benar-benar sekarat," jelas nadya.

Baca juga:

Gaya Hidup dan Pola Pikir Generasi Milennial Mengubah Perekonomian Dunia

Kehabisan masker

Bahan makanan habis terjual di China. (Foto New York Times)
Bahan makanan habis terjual di China. (Foto: New York Times)

"Trus pas banget lagi Chinese New Year kan, semua orang libur. Libur tahun baru Cina itu seminggu karena merupakan hari raya terbesar. Ini termasuk kurir juga libur. Jadi barang-barang yang gua pesan di Taobao itu baru bakal dikirim sekitar tanggal 4 atau 5 februari, jadi gua sama sekali enggak punya masker. Tapi untungnya, ada teman bisnisnya Ii (tante) gua di Shanghai, dan dia anterin gua dua masker N95. Jadi lumayan gua ada pegangan dua masker. Kalau enggak, gua benaran mati banget! Dan ternyata libur diperpanjang sama pemerintah sampai tanggal 10 (Februari), gua bakal enggak bisa kemana-mana karena enggak ada masker," cerita Nadya.

Lanjut Baca lagi