Tabunya Ngilmu Seks di Negeri Aing


Edukasi seks di negeri aing jarang banget dibahas. (foto: popsugar)
SMA Moordale heboh. Ada yang mewabah, tapi bukan COVID-19. Biarpun begitu, para siswa dan guru berlomba memakai masker wajah. Pangkal kehebohan itu rupanya penyakit clamydia yang diderita salah seorang murid. Otis dan Eric berusaha menginvestigasi siapakah biang kerok menyebarnya clamydia di sekolah mereka.
Keresahan tak berhenti di antara para siswa. Para orangtua ikut-ikut panik. Mereka punya alasan kuat untuk itu. Wabah penyakit menular seksual menyebar, sedangkan para guru tak siap menangani. Pak Colin, guru yang mengajar edukasi seksual, malah ikut-ikutan panik tak jelas. Ia malah sibuk melindungi diri dengan masker.
Beruntungnya, SMA Moordale punya terapis seks ternama di tengah-tengah orangtua murid: Jean Millburn. Ibu Otis itu geram dengan betapa sekolah gagap menyampaikan edukasi seks kepada anak didik mereka yang notabene sangat penasaran dengan urusan hubungan badaniah. Dengan keras, Jean meluruskan bahwa clamydia enggak menyebar lewat udara kayak virus. Jadi memakai masker justru enggak membantu sama sekali. Enggak guna deh. Hal yang paling benar untuk dilakukan ialah mengubah total cara pemberian materi sex education di sekolah itu.
BACA JUGA:
Kisah di episode 1 musim kedua serial Sex Education itu bisa jadi kamu pandang kocak. Namun, kalau mau jujur, jika hal yang sama terjadi di sekolah negeri aing, kehebohan dijamin juga akan terjadi. Apa pasal? Ya, edukasi seks di negeri aing tak lebih baik kok daripada di SMA Moordale.
Masih ingat kan bagaiamana kehebohan yang ditimbulkan pernyataan komisioner KPAI yang menyebut berenang bisa membuat hamil? Mendadak banyak yang takut berenang. Tak sedikit juga yang langsung menertawakan kekeliruan itu.
Ya, begitulah ilmu seks di negeri aing. Ngilmu seks di negeri aing mah dianggap super tabu. Pantang diomongin, apalagi dibahas.
Jadi tidak mengherankan ketika Yuni Shara mengaku mendampingi anaknya menonton materi dewasa, warganet riuh mengomentari. Ada yang menganggap itu aneh, tabu, sampai ada juga yang memuji.
Faktanya, ngilmu seks enggak melulu masalah menyaring tontonan bermateri dewasa. Journal of The American Academy of Pediatrics menyebut baik anak-anak maupun remaja perlu menerima pendidikan yang akurat tentang seksualitas. Pengetahuan itu diperlukan agar mereka mengetahui bagaimana perilaku seksual yang sehat serta mencegah terjadinya pelecehan seksual.
Anak-anak dan remaja, secara psikologis, biasanya punya pertanyaan lebih spesifik tentang seks. Tanpa pendidikan seks yang tepat dan terarah, mereka bisa mendapat informasi dari sumber tak tepercaya. Internet, teman sebaya (kayak Otis yang sok jadi terapis seks), atau bahkan film prono bisa jadi sumber informasi yang menyesatkan buat mereka.
Terlebih nih, ketika anak sudah diberikan edukasi seks atau pendidikan seksual sejak dini, di masa remaja, anak tidak merasa canggung dan lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Edukasi seks tidak melulu mengenai hal-hal yang berhubungan dengan organ seksual. Ada empat poin penting saat memberikan pendidikan seksual kepada anak.
1. Bagian tubuh dan fungsinya
Seiring bertambahnya usia, anak akan punya rasa penasaran tentang seks. Edukasi seks membantu anak untuk lebih memahami tentang tubuh dan membantu mereka mencintai tubuh mereka sendiri.
Studi yang diterbitkan dalam Adolescent Sexuality and The Media menunjukkan semakin sering anak terekspos dengan gambar seksual di media akan lebih besar pula keterlibatan mereka dalam perilaku seksual sejak usia sangat muda. Walaupun begitu, pendidikan seksual yang tepat tidak akan menuntun anak menuju pergaulan bebas.
Anak perlu tahu lo fungsi vagina atau penis, payudara, dan berbagai bagian tubuh lainnya. Di samping itu, anak juga harus paham bahwa tidak ada yang boleh menyentuh bagian itu tanpa izin, baik teman sebaya, guru, atau orang dewasa lain. Ingatkan mereka untuk menolak, berteriak, atau melapor jika ada yang memaksa memegang bagian tubuh tersebut.
2. Masa Pubertas
Masa pubertas umumnya dimulai pada usia 9-10 tahun. Anak perempuan dan laki-laki akan mengalami perubahan fisik dan fisiologi di masa ini. Anak perlu tahu bahwa tubuh mereka memang berubah. Meski demikian, mereka tak perlu takut.
Jelaskan kepada anak bahwa semua perubahan itu merupakan hal normal dan tidak perlu malu atau takut jika fase ini terjadi.
3. Aktivitas seksual
Selain perubahan fisik di masa pubertas, anak-anak juga mulai merasakan keterikan kepada lawan jenis. Penjelasan benar tentang hubungan dengan lawan jenis amat penting di masa ini.
Anak perlu tahu cara memperlakukan teman lawan jenis. Hal itu berhubungan dengan edukasi seks mengenai aktivitas seksual. Mereka perlu mengenal kegiatan apa saja yang tergolong aktivitas seksual, semisal berpelukan dan berciuman.
Anak-anak harus tahu bahwa aktivitas seksual hanya boleh dilakukan saat sudah menikah dan anak seusianya tidak sepatutnya melakukan aktivitas seksual seperti itu. Sampaikan pula risiko yang mungkin dialami anak seusianya jika melakukan aktivitas seks. Hal itu dilakukan agar anak bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri saat sedang tidak dalam pengawasan orangtua.
4. Kekerasan dan pelecehan seksual
Edukasi seks atau pendidikan seksual tidak hanya memberikan pemahaman mengenai gambaran aktivitas seksual. Lebih daripada itu, pendidikan menghindarkan anak dari kekerasan seksual.
Di masa ini, melindungi anak dari kekerasan seksual amatlah penting. Berdasarkan data SIMFONI PPA, pada 1 Januari-19 Juni 2020, terjadi 1.848 kasus kekerasan seksual. Angka itu tergolong tinggi dan butuh penanganan yang serius.
Anak-anak harus diajarkan melindungi diri sendiri. Misalkan, menyampaikan sesuatu atau berteriak ketika ada orang yang berniat jahat, menggodanya atau bahkan memaksa mereka melakukan aktivitas seksual.
Orangtua perlu mengambil peran memberikan edukasi seks agar anak tahu bahwa orangtua bisa diajak berdiskusi seputar topik tersebut. Meskipun demikian, ngasi ilmu seks rasanya teramat canggung di negeri aing. Tak sedikit orangtua yang kebingungan bagaimana memulai.
Namun nih, sebagai orangtua, pahamilah bahwa perkembangan diri, kesehatan, dan pertumbuhan anak jauh lebih penting dari rasa canggung yang muncul. Ya kan?
Beberapa tip yang diberikan Hellosehat berikut bisa memandu orangtua dalam mengajarkan seks kepada anak-anak dan remaja.
1. Membelikan buku
Susah ngomong langsung? Cari bantuan lewat buku. Orangtua bisa membelikan buka seputar pubertas dan seksualitas. Ingat ya, sesuaikan dengan usia anak.
Secara perlahan, bahas isi buku itu dengan anak. Sambil jalan, jelaskan tentang bagian tubuh pada perempuan dan laki-laki. Ingatkan juga anak tentang batasan-batasannya.
2. Cipatakan suasana yang nyaman untuk berdiskusi
Menjadi teman diskusi untuk urusan seks lebih mengena pada anak. Dengan orangtua menjadi teman diskusi, anak menjadi merasa aman dan nyaman sehingga lebih terbuka.
Sampaikan materi pendidikan seksual saat mood anak sedang bagus. Orangtua bisa memulai dengan menanyakan hal-hal yang ia alami di sekolah. Cobalah untuk tak menghakimi dan menjadi pendengar yang baik. Tanyakan baik-baik dengan nada bicara seperti teman yang penuh antusiasme. Setelah itu, barulah beri nasihat dengan tidak menggurui.
3. Memberikan pendidikan seks secara berkala
Edukasi seks tidak diberikan dalam sekali pertemuan deh. Bahas saja satu topik dalam sekali kesempatan. Dengan begitu, anak jadi punya kesempatan untuk menyerap dan mengingat informasi yang didapat.
Apabila suatu hari anak bertanya soal seks, jangan tunjukkan rasa kaget atau amarah pada anak. Anak akan merasa terancam dan segan untuk bertanya di kesempatan berikutnya.
Tetap tenang dan tanyakan baik-baik dari mana anak mendengar hal tersebut, jangan gunakan nada yang menuduh atau menginterogasi. Setelah itu, berikan penjelasan yang memadai. Pastikan bahwa anak sudah memahami jawabannya.
Edukasi seks sejak dini faktanya bukanlah hal tabu. Sebaliknya, amat diperlukan di masa sekarang ini. Remaja dan anak yang ngilmu seks secara tepat diharapkan enggak lagi terkaget-kaget dan heboh dengan hal-hal yang berbau seks. Terlebih lagi, mereka akan terlindungi dan jauh dari kekerasan seksual.(dwi)