Soal Peleburan Kemenristek, PKS Pertanyakan Nasib Vaksin Merah Putih


Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher. Foto: dpr.go.id/jaka/man
MerahPutih.com - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyoroti peleburan Kemenristek ke dalam Kemendikbud. Penggabungan dua kementerian ini dinilai akan berdampak terhadap penelitian vaksin, khususnya vaksin Merah Putih.
"Peleburan Kemenristek berpotensi mengganggu jalannya penelitian vaksin Merah Putih karena vaksin yang digerakkan oleh enam lembaga itu berada di bawah koordinasi Kemenristek," kata Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS, Netty Prasetiyani Aher dalam keterangannya, Rabu (14/4).
Menurut Netty, pemerintah juga akan kehilangan kementerian yang memiliki fungsi untuk memetakan kebijakan serta strategi dalam bidang riset dan teknologi.
"Komitmen pemerintah perlu dipertanyakan. Sebenarnya Pemerintah mendukung inovasi dan riset untuk kemajuan bangsa atau tidak?" tegas dia.

Netty mengatakan, minimnya dukungan negara terhadap riset dalam negeri terlihat jelas dari minimnya anggaran Kemenristek/BRIN. Pada tahun 2021 saja, melalui surat Menteri Keuangan nomor S-30/MK.02/2021, alokasi anggaran Kemenristek/BRIN hanya sebesar Rp2,696 triliun.
“Kalau anggarannya kecil begini kita mau riset apa? Bahkan alokasi anggaran belanja riset kita tidak sampai satu persen dari PDB," kata dia.
Alokasi anggaran itu, kata Netty, berbeda jauh dengan negara-negara lain yang memiliki komitmen tinggi untuk investasi dalam riset. Misalnya, Korea Selatan dan Jepang, dana riset mereka mencapai tiga sampai dengan empat persen dari PDB.
"Kalau mau yang lebih dekat bisa lihat Singapura yang di atas dua persen dan Malaysia di atas satu persen, sementara kita? Sangat tertinggal jauh” ujarnya.
Menurut dia, terhambatnya proses penelitian vaksin Merah Putih pasca penggabungan dua kementerian terlihat dari belum jelasnya kebijakan pemerintah terhadap enam lembaga penggerak vaksin Merah Putih.
Enam lembaga tersebut di antaranya Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Airlangga.
"Hal itu juga yang disampaikan oleh Prof. Amin Subandrio, Kepala LBM Eijkman, yang mengaku belum punya gambaran sama sekali seperti apa kebijakan pemerintah terhadap vaksin Merah Putih," jelas dia.
Seharusnya, lanjut Netty, penelitian vaksin Merah Putih dan vaksin-vaksin buatan anak negeri lainnya harus didukung sepenuhnya dan tidak diganggu dengan kejadian-kejadian seperti ini.
"Kita menginginkan konsistensi kebijakan pemerintah untuk mendukung upaya penelitian vaksin dalam negeri. Disadari atau tidak, vaksin masih menjadi game changer dalam mengatasi COVID-19" ungkap dia.
Untuk itu, legislator Dapil Cirebon-Indramayu ini berharap penggabungan dua kementerian tersebut sama sekali tidak mengganggu proses pengembangan vaksin Merah Putih.
"Sebagai bangsa dengan jumlah penduduk yang besar, kita sangat membutuhkan hadirnya vaksin COVID-19 karya anak bangsa. Kita harus belajar dari pengalaman, seperti saat Pemerintah India melakukan embargo vaksin," tutup dia. (Pon)