Senjakala Politik Jokowi di Indonesia

Presiden RI ke-7 Joko Widodo. (MP/Ismail)
MerahPutih.com - Manager Program Saiful Mujani Research And Consulting (SMRC), Saidiman Ahmad mengatakan, 10 tahun lalu, pamor politik Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menanjak karena dinilai baik oleh kelompok masyarakat sipil pro-reformasi, akademisi, dan diamplifikasi oleh media.
Tiga elemen ini, menurut Saidiman, memang kerap mengambil posisi yang kritis pada kekuatan politik dominan.
"Soliditas tiga elemen ini yang membuat publik teryakinkan untuk menitipkan harapan pada Jokowi. Di atas harapan itu, Jokowi menjadi presiden dua periode," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/1).
Namun, di akhir masa jabatannya, Jokowi mengambil jalan yang menyimpang. Jokowi yang sebelumnya diharapkan menjadi penjaga demokrasi justru merusak tatanan politik dengan sejumlah manuver.
Di antaranya mempertahankan kekuasaan melalui agenda tiga periode, merapel bantuan sosial menjelang pemilu, meloloskan anaknya menjadi Cawapres di Pilpres 2024 lewat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang nir etika dan menyandera kasus hukum ketua umum partai.
Baca juga:
OCCRP Masukan Jokowi dalam Daftar Terkorup, Dianggap Adu Domba Bangsa
"Seluruh aktivitas merusak itu membuat tiga elemen utama yang sebelumnya ikhlas memberi dukungan sekarang mengambil posisi berlawanan," tuturnya.
Jokowi mungkin menganggap hal ini lumrah karena dia sudah dikelilingi oleh konglomerat, oligarki, pemilik partai, dan pejabat dari segala tingkatan. Menurutnya, dukungan dari kawan-kawan baru Jokowi itu terasa lebih berarti karena punya power yang langsung terlihat.
"Sementara masyarakat sipil, kalangan kampus, intelektual, dan media, siapa mereka? Apa kekuatan mereka? Kira-kira begitu," bebernya.
Namun, Jokowi tidak menyadari betapa pun besarnya kekuasaan dari kawan-kawan barunya itu, dukungan mereka bersifat pragmatis-temporer. "Mereka mendekat karena dia sedang ada dalam kekuasaan. Kedekatan pada seorang presiden membuat mereka memiliki kesempatan untuk menambah kuasa. Ketika selesai masa jabatannya, pelan-pelan kawan-kawan baru itu mulai berhitung," ungkapnya.
Ia lantas mencontohkan sejumlah kasus. Pertama, wawancara Tempo dengan bos Agung Sedayu Grup, Sugianto Kusuma atau Aguan. Pengusaha kakap itu blak-blakan membuka aib Jokowi soal barter investasi pengusaha lokal di Ibu Kota Nusantara.
"Ini menunjukkan, rasa hormat dan segan pengusaha pada Jokowi mulai luntur. Rasa segan mulai hilang," ujarnya.
Kedua, soal tawaran partai politik. Ketika masih menjabat, santer terdengar Jokowi akan masuk dan memimpin partai besar, seperti Golkar. Hingga kini, isu itu mulai mereda.
Bahkan dalam sebuah talkshow di TV nasional beberapa waktu lalu, seorang elite Golkar menyatakan bahwa posisi strategis di partainya sudah penuh.
"Sementara untuk menjadi kader biasa kemungkinan kurang pantas untuk seorang mantan presiden. Artinya, sebenarnya Jokowi tidak lagi punya pamor untuk diterima masuk dan ujug-ujug menjadi petinggi di partai. Pernyataan bahwa posisi strategis atau posisi penting partai sudah terisi adalah pernyataan penolakan," bebernya.
Baca juga:
Beri Pandangan Jokowi Masuk Daftar Tokoh Terkorup, Peneliti ICW Kena Doxing
Kemudian yang ketiga, media massa yang sebelumnya dilaporkan terkooptasi kini mulai gencar menunjukkan sikap kritis. Saidiman mengamini ada media yang menghapus berita soal nominasi tokoh terkorup dunia, tapi umumnya media lain terus menayangkan laporan objektif dan kritis.
"Media umumnya semakin berani menolak swa-sensor. Tidak perlu ada lagi yang harus diantisipasi dari sang mantan," katanya.
Selain itu, Saidiman melanjutkan, sikap kritis dari kelompok masyarakat sipil, seperti akademisi dan aktivis NGO, yang tak henti-hentinya menyuarakan mudarat politik yang telah terjadi membuat posisi Jokowi semakin goyah.
Selain tak lagi memiliki kekuasaan formal, Jokowi juga disebut bermasalah secara moral. Menurut Saidiman, di hadapan sahabat-sahabat barunya yang pragmatis, kemungkinan Jokowi sudah kehilangan nilai.
"Partai mana yang ingin terasosiasi dengan figur yang masuk nominasi tokoh terkorup dan terjahat di dunia oleh sebuah organisasi jurnalis investigasi global? Partai apa yang ingin dekat dengan figur yang sekarang menjadi musuh bersama para aktivis sosial, masyarakat sipil pro-reformasi, akademisi berintegritas, dan media independen? Sayang sekali," tandasnya. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Hasil AFC Champions League Two: Persib Gigit Jari, Kemenangan di Depan Mata Harus Sirna Kontra Lion City Sailors

Muhamad Qodari Resmi Jabat Kepala Staf Kepresidenan, Erick Thohir Menpora dan Djamari Chaniago Menko Polkam

Jokowi tak Hadir di Sidang Gugatan Ijazah, Penggugat Minta Ganti Hakim

Ijazah Gibran Digugat Rp 125 Triliun, Jokowi: Nanti Sampai Kelulusan Jan Ethes Ikut Dipermasalahkan

Penembak Charlie Kirk Tertangkap, Diserahkan sang Ayah setelah 33 Jam Buron

Budi Arie Hingga Sri Mulyani Kena Reshuffle, Jokowi Sebut itu Hak Prerogatif Prabowo

Polemik UU Perampasan Aset, Jokowi: Saya Sudah 3 Kali Ajukan ke DPR

Ledakan Hebat Guncang Pamulang: Rumah Hancur, 7 Orang Luka Termasuk Bayi

Jadi Tersangka Korupsi Bansos, Rudy Tanoe Ajukan Praperadilan Lawan KPK

Penggugat Ijazah Palsu Jokowi Ajukan Gugatan Baru, Kuasa Hukum: CLS Hanya Bisa Ditujukan kepada Penyelenggara
