Saat Mesir Ingin Palestina Sejahtera, Trump Beri Ancaman Hentikan Bantuan Keuangan


Ilustrasi warga Palestina tinggal di kamp pengungsi dengan fasilitas yang tidak memadai. /ANTARA/Anadolu/py
MerahPutih.com - Pertemuan antara Raja Yordania Abdullah II dan Presiden AS Donald Trump pada Selasa berakhir dengan ketegangan, meninggalkan tanda tanya besar tentang nasib Jalur Gaza di masa depan.
Taruhannya bukan main-main: Trump mengusulkan agar Amerika Serikat “mengambil alih” Gaza dan mendorong warga Palestina pindah ke Mesir dan Yordania.
Dalam konferensi pers dadakan, Raja Abdullah menegaskan bahwa negara-negara Arab, termasuk Mesir, tengah menyiapkan rencana alternatif untuk membangun kembali Gaza tanpa harus mengusir penduduknya. Sejalan dengan itu, Mesir pun telah merencanakan KTT darurat negara-negara Arab terkait Gaza pada 27 Februari.
Beberapa jam setelah pertemuan tersebut, Mesir mengeluarkan pernyataan resmi. Isinya menegaskan bahwa mereka akan mengajukan “visi komprehensif untuk membangun kembali Gaza dengan memastikan warga Palestina tetap tinggal di tanah mereka.
Baca juga:
Mesir juga menegaskan komitmennya bekerja sama dengan AS demi mencapai penyelesaian yang adil bagi masalah Palestina. Kesejahteraan warga Palestina tetap jadi prioritas mereka.
“Sulit untuk menilai seberapa serius usulan Trump soal pengambilalihan Gaza oleh AS,” kata Jacob Eriksson, dosen kajian pemulihan pascakonflik di Universitas York, kepada Al Jazeera.
Namun, Eriksson menambahkan, jika Trump tetap bersikeras, Mesir bisa berada dalam posisi sulit. Pasalnya, Trump telah mengancam akan membekukan bantuan keuangan bagi Mesir jika negara itu menolak bekerja sama.
“Di saat Mesir masih bergulat dengan tantangan ekonomi yang semakin berat akibat utang dan inflasi, ancaman ini bisa membawa dampak yang signifikan,” ujarnya. (ikh)