Rumah Kawin Cina Benteng Kalah Saing dengan Gedung Resepsi

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Sabtu, 08 Oktober 2016
Rumah Kawin Cina Benteng Kalah Saing dengan Gedung Resepsi

Rumah Kawin di Desa Curug Kulon, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang yang saat ini mulai ditinggalkan oleh masyarakat Cina Benteng. (Foto: MerahPutih/Wid)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih Budaya – Semakin banyaknya bangunan hotel yang menyediakan fasilitas pesta, serta gedung-gedung yang disewakan sebagai tempat resepsi, keberadaan Rumah Kawin yang biasa digunakan untuk pesta warga peranakan Tionghoa di tangerang atau Cina Benteng mulai tidak diminati. Selain itu, upacara perkawinan yang dulu selalu menggunakan adat serta pakaian tradisional, sekarang sudah mulai jarang terlihat.

Salah seorang pengelola Rumah Kawin di Desa Curug Kulon, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang Koh Aay (67) mengku, saat ini warga peranakan Tionghoa lebih sering mengadakan pesta perkawinan di gedung-gedung penyewaan resepsi.

“Sekarang mah sepi, tapi ya masih ada saja. Bisanya orang-orang yang rumah dan halamannya sepi. Kalau yang lain, kan sekarang banyak di gedung-gedung,” ungkap Koh Aay kepada merahputih.com, Sabtu (08/10).

Sementara itu, salah seorang tokoh masyarakat Cina Benteng Koh Peng An (60) juga mengakui, pengaruh moderenisasi saat ini membuat banyak warga Cina Benteng lebih memilih pesta di hotel atau gedung resepsi.

“Banyak yang lari ke hotel-hotel, sama itu gedung-gedung resepsi. Paling orang tua-tua yang masih ada, itu pun yang rumahnya sempit,” katanya.

Koh Peng An juga meriwayatkan, sebelum hotel dan gedung resepsi banyak seperti saat ini, setiap warga Cina Benteng merayakan pesta pernikahan anaknya di Rumah Kawin. Ritual Chio Tao sendiri, kata Koh Peng An, menjadi upacara yang ditunggu-tunggu. Ritual Chio Tao adalah puncak dari rangkaian ritual perkawinan Cina Benteng.

Selain ritual Chio Tao, acara yang tidak kalah ditunggu oleh hadirin pesta di Rumah Kawin adalah seni gambang kromong, di mana dalam kesenian ini menghadirkan wayang cokek atau penari cokek. Saat ini, keberadaan seni yang berakar pada budaya Tionghoa ini sudah sulit didapatkan.

“Sekarang juga, perkawinan sudah pakai adat modern, tidak lagi pakai pakaian adat-adat seperti kerajaan. Gambang kromong juga sudah jarang, sekarang kalau mau ambil di Gunung Batu, Parung, Bogor,” katanya.

Namun demikian, adat proses tradisi perkawinan warga Cina Benteng sendiri masih tetap dilaksanakan. Yaitu mulai dari proses lamaran, sampai sangjit (seserahan).

“Sangjit itu proses seserahan, setelah lamaran. Isi sangjit ini biasanya bawa buah, pakaian, dan angpao. Angpao ini ada dua, yang satu untuk seserahan atau sangjit, satu lagi untuk uang susu. Uang susu ini diberikan ke ibu yang dulu kecilnya menyusui pengantin perempuan,” pungkasnya. (Wid)

BACA JUGA:

  1. Menengok Sejarah Cina Benteng di Tangerang
  2. Kampung Pecinan Ketandang Siap Disulap Jadi Destinasi Wisata
  3. Kaligrafi Cina Edy Widianta Dihargai hingga Rp1 Miliar
  4. Masjid Pacinan Tinggi Jejak Muslim Tionghoa masa Kesultanan Banten
  5. Kampung Cina sebagai Alternatif Wisata Kebudayaan Tionghoa
#Cina Benteng #Rumah Kawin
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.

Berita Terkait

Indonesia
Museum Benteng Heritage Kini Bisa Dikunjungi secara Virtual
Museum Benteng Heritage kini sudah bisa dikunjungi secara virtual.
Soffi Amira - Senin, 26 Februari 2024
Museum Benteng Heritage Kini Bisa Dikunjungi secara Virtual
Bagikan