Relawan COVID-19, Jagoan Tangguh Walau Virus Menyerang


Relawan COVID-19 menjadi salah satu pahlawan di tengah situasi pandemi. (Foto: Twitter/@hum_initiative)
PENINGKATAN kasus COVID-19 di Indonesia membuat beberapa kawasan permukiman tak lagi tergolong sebagai zona merah, melainkan zona hitam. Kota Depok merupakan salah satunya. Hal ini menggerakan Ery Andrianto untuk menjadikan dirinya sebagai bagian dari relawan di lingkungan tempat tinggalnya. Ery, sapaan akrabnya, tidak pernah menganggap dirinya sebagai relawan.
“Sebenarnya saya tidak merasa sebagai seorang relawan sih, karena yang saya lakukan ini juga untuk kebaikan saya. Coba bayangkan, kalau misalnya saya tidak membantu mereka yang telah dinyatakan positif untuk mencari obat, nanti mereka malah keluar dan membahayakan orang lain kan,” jelasnya.
Baca Juga:
Supir Ekspedisi Negeri Aing Tetap Tangguh Kirim Barang Walau Pandemi
Sejak awal COVID-19 masuk ke Indonesia, Ery tangguh dan telah mendedikasikan waktu serta tenaganya untuk membantu meringankan tugas teman-teman masa sekolahnya yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan. Namun yang menjadi fokusnya adalah para nakes yang bertugas di puskesmas daerah, yang tidak mendapatkan sama sekali alat pelindung diri (APD).
Sekitar 60 set APD berhasil dikirimkan oleh Ery ke beberapa wilayah, Sukabumi dan Yogyakarta merupakan beberapa wilayah yang membutuhkan. Daerah yang mendapatkan bantuan ini berada di desa terpencil yang tidak mendapatkan bantuan APD sama sekali.
Untuk merealisasikan bantuan ini, Ery mengerahkan seluruh relasinya untuk membuat penggalangan dana. Baju hazmat, sarung tangan, kacamata, thermo gun akhirnya berhasil dikumpulkan dari hasil penggalangan dana, walaupun jumlahnya juga tidak terlalu banyak.

Setelah dirasa seluruh ketersediaan APD pada saat itu telah tercukupi, pada Agustus 2020 kegiatan penggalangan dana ini resmi ditutup. Namun aksi membantu sesama yang dilakukannya tak berhenti sampai disitu. Tak hanya mengadakan penggalangan dana, Ery juga pernah diminta untuk memandikan jenazah pasien COVID-19 karena pihak rumah sakit menolak untuk memandikannya. Tanpa berpikir panjang, Ery langsung mengenakan APD yang dimilikinya dan memandikannya.
Pada awal Januari 2021, COVID-19 menghampirinya. Ery yang memiliki kesadaran tinggi kepada keluarganya, memutuskan untuk mengurung dirinya di kamar hingga ia dinyatakan negatif pada 11 Januari 2021. Hal ini rela dilakukannya untuk menghindarkan orang tua dan anggota keluarga lainnya terkena virus yang tak kasat mata ini.
“Jadi semuanya saya balik. Kalau siang saya tidur, malam baru bangun. Jadi ya kalau waktu siang saya ingin buang air, saya tahan sampai malam saat semuanya sudah tidur. Saya takut menularkan virusnya ke keluarga saya,” Jelasnya. Karena kesulitan yang dirasakannya ini, keinginannya untuk membantu sesama kembali membara.
Ery menyadari bahwa dirinya memang tidak memiliki kemampuan di bidang kesehatan yang hebat. Namun setidaknya, biarlah dirinya menjadi perpanjangan tangan dari para donatur untuk membantu orang-orang yang membutuhkan dengan memanfaatkan relasi yang dimilikinya. Salah satunya adalah dengan membantu mencarikan rumah sakit bagi pasien COVID-19 yang membutuhkan perawatan lebih lanjut.
Baca Juga:
Akun Jagoan Parenting di Instagram Bantu Ibu Belajar Merawat Anak
Luasnya relasi yang dimilikinya memudahkan dirinya untuk mencari kamar bagi pasien yang membutuhkan di salah satu rumah sakit di daerah Jakarta Timur. Namun karena COVID-19 menjadi lebih mudah menyebar dan menyebabkan meroketnya jumlah pasien, Ery juga merasa kewalahan.

“Pastinya saya juga terus mencari rumah sakit yang kosong, tapi terkadang ada saja yang menolak karena alasan rumah sakitnya jelek. Padahal rumah sakit yang saya pilih pastinya punya fasilitas dong, ya walaupun memang tidak semewah yang mereka pikirkan,” jelas Ery disambung dengan tawa.
Rasa kesal dan marah tentunya Ery rasakan. Bagaimana tidak, usahanya untuk mencarikan satu slot kamar tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun tak jarang, orang-orang yang sebelumnya menolak bantuan Ery menyerah karena tidak mendapatkan slot rumah sakit dan meminta kembali slot kamar yang sebelumnya pernah ditawarkan Ery.
Dalam kondisi seperti ini Ery sebenarnya sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi, namun ia selalu menempatkan diri di posisi keluarga korban. Dengan sekuat tenaga dirinya kembali mencari jalan keluar dari permasalahan ini, namun tentunya Ery tidak dapat berjanji kepada anggota keluarga untuk mendapatkan kamar.
Hal serupa sudah sering dihadapinya. Menurutnya hal ini sudah melekat dengan pilihannya sebagai relawan. Hanya saja dirinya sering merasa kewalahan karena sedikitnya orang yang tergerak hatinya untuk melakukan hal yang serupa dengannya.
“Kebanyakan orang itu takut. Kalau menurut saya, kalau memang saya harus meninggal sekarang ya sudah. Tapi alhamdulillah walaupun saya pernah terkena virusnya (COVID-19), saya masih tetap bisa bernapas kok sekarang. Lagian kalau kebanyakan takut, kapan bisa menolong orang,” tutup Ery. (cit)
Baca Juga: