Ratu Elizabeth II, Keteguhan sebuah Pengabdian


Ratu Elizabeth II memegang takhta Kerajaan Inggris selama 7 dekade. (Foto: Royal UK)
UMURNYA baru 21 tahun ketika Elizabeth Alexandra Mary Windsor naik takhta menjadi Ratu Inggris. Dengan gelar Ratu Elizabeth II, Lilibeth kecil menjelma pemimpin sebuah negeri besar di wilayah Eropa. Penobatan Ratu Elizabeth II pada 2 Juni 1953 itu terjadi setelah sang ayah, Raja George VI, wafat.
Di hadapan lebih dari 20 juta orang yang menyaksikan secara langsung lewat televisi, Ratu Elizabeth muda berjanji mengabdikan hidupnya untuk kerajaan dan rakyat. “Itu merupakan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Mendapatkan sebuah tanggung jawab baru dan berbuat sebaik mungkin yang kau bisa. Aku tak banyak mendapat pelatihan,” katanya.
BACA JUGA:
Menjadi Ratu Inggris di usia belia
Elizabeth Alexandra Mary Windsor dilahirkan pada 21 April 1926 di sebuah rumah dekat Berkeley Square, London, Inggris. Ia merupakan anak pertama dari Albert, Duke of York—yang merupakan anak kedua Raja George V. Ibunyaialah Lady Elizabeth Bowes-Lyon. Saat ia dilahirkan, tak ada yang melihatnya akan menduduki takhta monarki Inggris di masa depan.
Elizabeth dan sang adik, Margaret Rose, dibesarkan dalam lingkungan keluarga nan menyayangi. Keduanya mendapat pendidikan home schooling. Elizabeth, seperti dilansir BBC, amat dekat dengan ayah dan sang kakek, Raja George V.
Saat berusia enam tahun, Elizabeth berkata kepada instruktur berkudanya bahwa ia ingin menjadi lady dengan banyak kuda dan anjing. Di usia yang sangat muda, Elizabeth telah menunjukkan rasa tanggung jawab. “Ia punya aura kepemimpinan yang luar biasa untuk ukuran anak-anak,” kata Winston Churcill yang pernah menjabat perdana menteri di masa pemerintahan Ratu.
Meski belajar di rumah, Elizabeth punya kemampuan bahasa dan pengetahuan mendetail dalam sejarah konstitusi. Sebagai cara untuk mendapatkan teman, kelompok Girl Guides, yang pertama di Istana Buckingham, dibentuk. Bersama kelompok itu, ia bisa bergaul dengan perempuan sebaya.
Pada Desember 1936, Raja Edward VII, yang merupakan paman Elizabeth, diturunkan dari takhta karena menikahi perempuan Amerika yang telah dua kali bercerai, Wallis Simpsons. Ayah Elizabeth dengan setengah hati naik takhta menggantikannya. Ia menjadi Raja George VI. Lilibeth, nama kecil Elizabeth, yang kala itu berusia 10 tahun resmi menjadi ahli waris takhta Kerajaan Inggris.

Tiga tahun setelah penobatan sang ayah, Inggris terlibat perang dengan Nazi Jerman. Di tengah kecamuk perang, sang raja baru bertekad memulihkan kepercayaan publik kepada monarki. Tekad itulah yang membekas dan tertanam kuat di jiwa Elizabeth.
Pada 1939, saat berusia 13 tahun, Elizabeth menemani kedua orangtuanya dalam kunjungan ke Royal Naval College di Dartmouth. Ketika itu, ia ditemani seorang sepupu, Pangeran Philip dari Yunani. Sejak itulah, ketertarikan di antara keduanya muncul. Philip kembali mengunjungi Elizabeth pada 1944, saat ia berusia 18 tahun. Cinta telah tumbuh di hatinya.
Elizabeth kemudian menghabiskan lima bulan bersama Auxiliary Territorial Service. Di sana, ia belajar mengemudi dan mekanika dasar kendaraan bermotor. “Aku mulai memahami esprit de corps yang bertumbuh di masa-masa sulit,” kenangnya. Selama masa ini pula, hubungannya dengan Pangeran Philip, yang bertugas di Royal Navy, makin akrab. Keduanya rutin berkirim surat.
Hubungan keduanya tak serta-merta berjalan mulus. King George VI enggan ‘kehilangan’ putri yang disayanginya. Belum lagi asal-usul Pangeran Philip yang menjadi sandungan bagi keduanya. Namun, pasangan ini akhirnya mengesahkan percintaan mereka. Elizabeth dan Pangeran Philip menikah di Westminster Abbey pada 20 November 1947. Pangeran Philip kemudian diberi gelar Duke of Edinburgh. “Ia merupakan sumber kekuatan dan keteguhanku,” kata Ratu Elizabeth tentang sang suami dalam 74 tahun pernikahan mereka. Pangeran Philiip meninggal di usia 99 tahun pada 2021.
Setelah pernikahan itu, Pangeran Philip mempertahankan posisinya sebagai anggota angkatan laut. Sebuah penugasan ke Malta memberikan pasangan ini kesempatan menikmati hidup yang relatif normal. Jauh dari sorotan media. Pada 1948, pasangan ini melahirkan anak pertama mereka, Charles. Dua tahun berselang, anak kedua mereka, Anne, lahir. Pangeran Andrew lahir di 1960 diikuti Pangeran Edward pada 1964.
Namun, di tengah kebahagiaan bersama keluarga kecilnya, Elizabeth dipanggil pulang. Kesehatan Raja George VI memburuk. Kanker paru-paru menggerogoti tubuhnya. Pada 1952, Raja George meninggal dunia. Elizabeth resmi menjadi ratu.
BACA JUGA:
Tekad dan keteguhan untuk mengabdi

Perang Dunia II telah mempercepat keruntuhan Kerajaan Inggris. Saat Sang Ratu memulai kunjungan panjang ke berbagai negara persemakmuran pada November 1953, banyak wilayah yang tadinya masuk ke Inggris telah merdeka. India salah satunya. Ratu Elizabeth mengunjungi Australia dan Selandia Baru. Menjadi pemimpin pertama monarki yang mengunjungi ’Negeri Kangguru’. Diperkirakan, sepertiga populasi Australia tumpah untuk melihatnya secara langsung.
Memperbarui kepercayaan publik kepada monarki Inggris merupakan tugas berat yang dipikul Ratu Elizabeth di awal pemerintahannya. Namun, ia melakukannya dengan pendekatan tersendiri. Atas usul Pangeran Philip, ia membuat aturan kerajaan lebih fleksibel, mengganti istilah ‘monarki’ menjadi ‘royal family’. Hal itu menimbulkan pemahaman bahwa keluarga kerajaan lebih bisa dijangkau. Ia mereformasi monarki menjadi lebih modern, terlibat dengan publik dengan ‘blusukan’, kunjungan kerajaan, dan kehadiran di acara publik. Satu hal yang tak berubah dari masa ke masa, komitmen sang Ratu pada negara-negara persemakmuran. Ia mengunjungi setiap negara setidaknya sekali dalam setahun. Selama bertakhta, Ratu menggelar pertemuan mingguan nan rutin dengan perdana menteri.
Menghadapi masa kelam dan bangkit

Masa-masa kelam juga datang di kehidupan Ratu Elizabeth. Ia menggambarkan 1992 sebagai annus horribilis dalam hidupnya. Ketika itu, serangkaian skandal dan petaka menimpa keluarga kerajaan. Anak kedua sang Ratu, Duke Of York, berpisah dari istrinya, Sarah. Di saat yang sama, pernikahan Putri Anne dan Mark Phillips juga berakhir dengan perceraian. Setelah itu, Pangeran William dan Putri Diana mengungkap betapa tak bahagianya mereka. Pasangan itu kemudjan bercerai. Cobaan di tahun itu menemui kulminasi pada kebakaran besar yang melalap kediaman favorit sang Ratu, Istana Windsor. Insiden itu masih ditambah keributan yang muncul di publik, apakah perbaikan istana didanai para pembayar pajak atau oleh dana pribadi Ratu.
Setelah kematian Putri Diana dalam sebuah kecelakaan di Paris pada 1997, Ratu Elizabeth dikritik atas keengganannya memberikan respons secara publik. Sebagai akibatnya, muncul keraguan atas relevansi monarki di masyarakat modern. “Tak ada institusi, Kota, monarki, atau apa pun yang mengharapkan bebas dari sorotan publik yang memberikan mereka kepercayaan dan dukungan. Sorotan itu bisa efektif jika dibuat dengan sentuhan kelembutan nan terukur, humor bagus, dan pengertian,” kata sang Ratu dalam sebuah pidato di Kota London.
Meski mempertanyakan relevansi monarki Inggris, publik tetap menaruh hormat terhadap sang Ratu. Saat Ratu berulang tahun ke-80 di 2006, ribuan warga memadati jalanan Windsor saat Ratu melakukan perjalanan informal. Satu dekade kemudian, pada 2016, saat merayakan ultah ke-90, Ratu Elizabeth masih menjalankan tugas publik, meski seorang diri karena Pangeran Philip memutuskan pensiun pada 2017 akibat masalah kesehatan.
Seiring waktu, monarki Inggris memang tak sekukuh saat masa awalnya naik takhta. Meski demikian, Ratu Elizabeth bertekad monarki harus tetap dicintai dan dihormati warga Inggris.
Saat perayaan Silver Jubilee di 1997, sang Ratu mengenang kembali janji yang ia buat saat mengunjungi Afrika tiga dekade sebelumnya. “Di umur 21 tahun, aku berjanji mendedikasikan hidupku kepada rakyatku. Aku memohon bantuan Tuhan untuk mewujudkan janji itu. Meski janji itu aku buat saat aku masih belum berpengalaman dalam penilaian, aku tak menyesalinya atau menariknya. Tak satu kata pun,” katanya.
Komitmen tersebut masih sama ketika 45 tahun kemudian ia menuliskan surat terima kasih kepada publik Inggris kala Platinum Jubilee di Juni. Momen itu dirayakan dengan berbagai upacara kenegaraan dan beragam festival. Meski ia ingin hadir di semua acara, kesehatannya membatasinya. “Hatiku selalu bersama kalian semua,” pesannya.(dwi)
BACA JUGA:
Boneka Barbie Ratu Elizabeth Laris Terjual Hanya dalam 3 Detik
Bagikan
Berita Terkait
Menpora Dito Ariotedjo Pamitan di Instagram, Kena Reshuffle?

Hasil Kualifikasi Piala Asia U-23 2026: Rafael Struick Sumbang Gol, Timnas Indonesia U-23 Menang 5-0 Vs Makau

Oxford United Umumkan Peminjaman Marselino Ferdinan ke AS Trencin, Klub yang Pernah Diperkuat Witan Sulaeman

Timnas Indonesia Gilas Taiwan 6-0, Mauro Zijlstra dan Miliano Jonathans Catatkan Debut

Giorgio Armani Meninggal Dunia, Selebritas Kenang sang Ikon Fesyen sebagai Legenda

Astrid Kuya Ceritakan Penjarahan Rumahnya, Banyak Anak Sekolah Ikut

Melaju ke Semifinal AS Terbuka, Novak Djokovic Joget ‘Soda Pop’ dari KPop Demon Hunters’ sebagai Hadiah Ultah sang Putri

Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Nadiem Makarim Langsung Dipenjara di Rutan Salemba

Kebetulan Banget nih, Candice Bergen, Ibu Chloe Malle, Pernah Perankan Editor Vogue

Eks Ketua Banggar DPR Ahmadi Noor Supit Terseret Korupsi Proyek Mempawah
