Pramoedya Ananta Toer, Istirahat Nulis hanya untuk Bakar Sampah dan Makan


Penulis Pramoedya Ananta Toer. (foto: sastraindonesia.net)
LEMBAR demi lembar tulisan ia hasilkan. Ada yang menjadi buku, novel hingga sekadar cerita pendek alias cerpen. Menulis seakan menjadi passion yang tidak bisa ditinggalkan Pramoedya Ananta Toer.
"Pram pernah berkata ke saya bahwa menulis ialah tugas nasional," papar Astuti Ananta Toer, anak perempuan penulis buku 'Korupsi' itu saat ditemui di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta Pusat, Rabu (17/4).
Kerja keras pria yang akrab disapa Pram itu berbuah manis. Bukan hanya menghasilkan karya tulis yang berkualitas, Pram menjadi salah satu penulis Indonesia yang diakui dunia. Hal itu dibuktikan dengan penerjemahan buku-buku karya Pram ke dalam beberapa bahasa asing, serta berbagai penghargaan yang pernah ia terima.
Namun, Pram memiliki penghargaan versinya sendiri. Ia merasa berhasil jika tulisannya memang memberikan pengaruh kepada pembaca. Tujuan Pram menjadi seorang penulis tidak lain ialah memberikan inspirasi kepada setiap orang agar menjadi lebih berani menghadapi apa pun.
"Kalau menurut Pram, jika tulisan ini berhasil, itu adalah penghargaan buat Pram. Itu yang dia bilang," kenang Astuti.
Istirahat Nulis untuk Bakar Sampah dan Makan
Karena terlalu suka menulis, Pram sering sampai lupa istirahat. Bangun tidur langsung membuat tulisan. Keseharian Pram memang disiplin. Apalagi soal menulis dan makan. Meski lupa istirahat, ia tidak pernah absen makan. Sarapan, makan siang, dan makan malam tetap teratur.
Entah siasat atau bukan, pria yang wafat pada 2006 silam itu menjadikan kegiatan makan seakan seperti waktu istirahat. Selebihnya kembali lagi menulis. Namun di sela kegiatan menulis, ia juga rutin membakar sampah. Membakar sampah pula, menurut cucu Pram, Angga Okta Rachman, juga sebagai waktu istirahat dari keseharian menulis.
"Bangun tidur kerja sudah ngetik segala macam. Jadi istirahatnya cuma makan, bakar sampah abis itu ya sudah tidur," papar Angga kepada Merahputih.com.
Hal serupa juga disampaikan kakak kandung Angga, Vicky. Pria bernama lengkap Vicky Septian Rachman juga menyebut sang kakek tidak pernah absen membakar sampah. Vicky dan Angga memang sempat tinggal bersama Pram di kediamannya di Utan Kayu, Jakarta Timur.
"Hobinya, bakar sampah, pagi siang sore," cerita Vicky kepada Merahputih.com.
Bawang Putih, Makanan Penutup buat Pram
Jika Anda suka kue-kue kecil sebagai makanan penutup, berbeda dengan Pram. Sehabis makan, Pram selalu makan bawang putih. Alasannya, ia percaya bawang putih dapat dijadikan sebagai obat. "Sehari satu siung atau dua siung," papar Angga.

Pram Orang yang Peka
Angga mengenang sosok kakek tercinta sebagai orang yang peka terhadap dirinya. Ia pernah ditolong sang kakek saat tengah pulang kampung ke tanah kelahirannya di Blora, Jawa Tengah. Kala itu, Angga sekeluarga sekeluarga termasuk Pram juga menyemptakan melewati kawah lumpur Beledug Kuwu.
Maklum, Angga yang saat itu masih duduk di bangku sekolah dasar merasa penasaran saat melihat letupan lempur. Secara spontan ia keluar dari mobil untuk menghampiri leputan lumpur itu. Bukannya menyaksikan hal menarik, pria 26 tahun itu mengatakan ia malah hampir tenggelam di kubangan lumpur. Saat itu sudah hampir sebetis. Beruntung ada sosok pria tua, yang tidak lain ialah sang kakek.
"Umur 70 tahun lari sendirian nyelametin saya," kata Angga.
Tidak Suka Kekerasan
Sejatinya, penulis tentunya menyukai keadaan yang tenang. Konsentrasi akan semakin tinggi dan ide terus mengalir. Bisa dibilang mungkin itu yang dirasakan Pram hingga ia tidak suka dengan kekerasan. Sejak dini ia mengajari kedua cucunya itu agar tidak mengenal kekerasan.
Tidak tanggung-tanggung, mainan yang memiliki sedikit indikasi kekerasan langsung ia larang. Saat itu, Vicky punya mainan pedang-pedangan saat masih duduk di bangku sekolah dasar. Karena usil, Vicky mengganggu sepupunya dengan pedang itu.
Ya benar sekali, Pram yang melihat hal itu bergegas memanggil Vicky. Sembari menasehati, ia mematahkan mainan pedang Vicky.
"Opa Pram ini sangat benci kekerasan," kata penyandang gelar magister itu.
Hal itu pun juga menurun ke sang adik, Vicky. Saking takutnya, Angga memainkan mainan pedang secara sembunyi-sembunyi.
"Saya tidak mau anak cucu saya jadi korban kekerasan dan pelaku kekerasan," tutur Angga menirukan nasehat Pram. (Ikh)