Pasal-Pasal Yang Sering Digunakan Aparat Untuk Mengkriminalisasi Aktivis Agraria


MerahPutih Nasional- Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Iwan Nurdin menyebut meningkatnya konflik agraria sepanjang 2014 menyebabkan korban juga meningkat, baik yang meninggal dunia, tertembak, ditahan, dan dianiaya.
"Yang tewas 19 orang, tertembak 17, luka-luka akibat aniaya 110 dan ditahan 256 orang," kata Iwan saat merelis catatan akhir tahun 2014 bertajuk "Membenahi Masalah Agraria: Prioritas Kerja Jokowi-JK 2015" di Bumbu Desa, Jakarta, Selasa (23/12).
Menurut Iwan tingginya korban jiwa, kekerasan dan kriminalisasi atas rakyat dalam konflik agraria menunjukkan bahwa keterlibatan Polri atau TNI dalam penanganan konflik agraria selama ini telah terbukti gagal memberikan rasa aman dan menjamin hak hidup rakyat dalam mempertahankan tanah airnya. Sebaliknya, tambah Iwan, keterlibatan Polti atau TNI memperparah aksi-aksi intimidasi dan teror terhadap warga.
"Sepanjang 2014 pelaku kekerasan dalam konflik agraria di dominasi aparat kepolisian sebanyak 34 kasus, warga 19 kasus, pamwaskarsa perusahaan 12 kasus, preman 6 kasus, RNI 5 kasus," tambah Iwan.
Dikatakan Iwan, pendekatan represif oleh aparat keamanan maupun pihak pamswakarsa dan preman memperparah situasi konflik yang terjadi di lapangan. Polri atau TNI, kata Iwan, acapkali mengambil polisi sebagai "kepanjangan tangan" pihak perusahaan dan elit politik/pemerintahan. Ini menunjukkan bahwa kriminalisasi aparat penegak hukum terhadap masyarakat miskin yang tengah menghadapi konflik agraria semakin kuat.
"Selama melakukan pendampingan dan advokasi konflik agraria, KPA mendata 263 korban kriminalisasi konflik agraria," pungkasnya.
Iwan menyebutkan bahwa kriminalisasi konflik agraria di Jawa Barat sebanyak 131 orang, Kalimantan Tengah 44 orang, Sumatera Utara 17 orang, Sulawesi Tengah 15 orang, Sumatera Selatan 14 orang, Jawa Tengah 13 orang, Nusa Tenggara Timur 11 orang, Jawa Timur 8 orang, Bengkulu 4 orang, Banten 3 orang, Kalimantan Barat 2 orang dan Kalimantan Timur 1 orang.
"Pasal-pasal yang digunakan oleh aparat untuk melakukan kriminalisasi antara lain, Pasal 160, Pasal 170, 310, dan pasal 406 KUHP tentang penghasutan dan pengrusakan. Sementara untuk penangkapan dan penahanan terhadap petani dan aktivis agraria, UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang diperkuat oleh UU NO.18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan pengrusakan hutan (P3H).
Selain Undang-undang di atas, menurut Iwan, ada juga UU No.5 Tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta UU No.39 tahun 2014 tentang perkebunan. Sementara itu, dalam catatan KPA ada sepuluh besar provinsi "penyumbang konflik agraria.
"Riau 52 konflik, Jawa Timur 44, Jawa Barat 39, Sumut 33, Sumsel 33, Jateng 26, DKI 25, Banten 20, Sulsel 19 dan Jambi 17 konflik. Data ini belum sepenuhnya menunjukkan bahwa provinsi tersebut memiliki konflik agraria terbanyak. Sebab, bisa terjadi di provinsi tertentu terdapat konflik yang bersifat laten, namun konfliknya tidak meletus di tahun ini," katanya. (MP/HUR)
Bagikan
Adinda Nurrizki
Berita Terkait
Buru Buru Proyek di Pulau Rempang
