Nyimas Gamparan, Perempuan Perkasa Banten yang Terlupakan

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Rabu, 06 April 2016
Nyimas Gamparan, Perempuan Perkasa Banten yang Terlupakan

Sisa-sisa reruntuhan bangunan Kesultanan Banten. (Foto: MerahPutih/Ctr)

Ukuran:
14
Font:
Audio:

MerahPutih Budaya - Sebagai sebuah kerajaan besar Kesultanan Banten menyisakan banyak cerita heroik yang tidak diketahui secara luas, bahkan oleh masyarakat Banten sendiri di era Republik Indonesia. Sebagai contoh, merahputih.com menanyakan kepada beberapa siswi tingkat SLTA di Kota Serang tentang satu nama: Nyimas Gamparan.

Lima siswi yang ditanya geleng-geleng kepala karena tidak mengetahui siapa itu Nyimas Gamparan, bahkan mengaku tidak pernah mendengarnya. Peneliti Bantenologi Mufti Ali mengatakan, Nyimas Gamparan adalah sosok perempuan perkasa yang merupakan salah satu anggota keluarga Kesultanan Banten.

Ia mengatakan, pasca dihapuskannya Kesultanan Banten pada 1813 pada era Sultan Muhammad Syafiudin, keluarga kesultanan Banten melakukan diaspora atau menyebar ke berbagai wilayah, bahkan keluar pulau Jawa dengan dendam membara atas penghapusan kesultanan. Nyimas Gamparan kembali ke Banten dengan menyamar sebagai rakyat jelata, dan secara diam-diam memobilisasi massa untuk melawan Belanda yang kemudian disebut oleh pemerintah kolonial sebagai Pemberontakan 1836.

"Pemberontakan yang dipimpin oleh Nyimas Gamparan ini jauh lebih dahsyat dan masif dari pemberontakan Geger Cilegon pada 1888 yang justru lebih dikenal masyarakat. Kisah pemberontakan Nyimas Gamparan kurang dikenal masyarakat karena belum ada orang yang menyusun disertasi ataupun menuliskannya dalam bentuk buku," jelasnya, Selasa (6/4).

Perlawanan Nyimas Gamparan tersebut dikenal dengan Perjuangan Cikande Udik, dengan lokasi Cikande Timur sebagi titik epicentrum pergerakannya, sangat merepotkan pihak Belanda. Bahkan, seorang tuan tanah Belanda yang menguasai lahan yang terbentang dari Cikande (kini Kecamatan Cikande, Kaupaten Serang) sampai Maja (kini Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak) tewas terbunuh beserta keluarganya.


(Sisa-sisa reruntuhan bangunan Kesultanan Banten. Foto MerahPutih/Ctr)

Bagaimana kemudian hidup Nyimas Gamparan berakhir, Mufti Ali tidak bisa menyimpulkan karena tidak ada sumber yang menyebutkan itu, apakah beliau gugur saat bertempur, tewas di bawah hukuman kolonial, atau justru tutup umur secara alamiah. Namun sebuah sumber mengatakan bahwa karena ketidaksanggupan tentara kolonial, Belanda kemudian memberlakukan devide et impera, di mana mereka memerintahkan Raden Tumenggung Kartanata Nagara, seorang Demang di Jasinga Bogor untuk menumpas Nyimas Gamparan, dengan imbalan kekuasaan di Rangkasbitung. Raden Tumenggung Kartanata Nagara berhasil menjalankan misi dari kolonial tersebut.

Mufti juga mengungkapkan, begitu besar dan dahsyatnya sepak terjang Nyimas Gamparan, maka kemungkinan cerita soal sosok perempuan yang dikatakan memiliki paras ayu tersebut membutuhkan riset panjang dan bisa menghasilkan ratusan halaman buku. Ia juga belum menemukan sumber visual tentang sosok Nyimas Gamparan.

"Berbeda dengan pemberontakan Geger Cilegon pada 1888, kami memperkirakan teknologi foto belum masuk ke Banten," ungkapnya. (Ctr)


BACA JUGA:

  1. Musik Keroncong Kurang Diberi Ruang
  2. Makam Raja Imogiri Dijaga 7 Abdi Dalem Selama 24 Jam
  3. Abdi Dalem, Digaji atau Tidak tetap Mengabdi
  4. Keberkahan Cheng Beng bagi Penjaga Makam
  5. Cinta Tanpa Kebohongan dalam Lagu Sumsel Dek Sangke
#Nyimas Gamparan #Kesultanan Banten
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.

Berita Terkait

Bagikan