Nyai Achmad Dahlan, Pelopor Kesetaraan Perempuan dari Ngayogyakarto


Makam Nyayi Achmad Dahlan, belakang Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta. (Foto: MerahPutih/Fredy Wansyah)
MerahPutih Budaya - Di Indonesia, sosok Kartini lebih diutamakan dalam hal kepeloporan kesetaraan perempuan. Ia dikenal sebagai pencetus emasipasi di bumi Nusantara, melalui ide dan gagasannya dalam "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Lain halnya bila berbicara keseteraan perempuan dari tanah kerajaan Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat. Sosok perempuan yang lebih diutamakan ialah Nyai Achmad Dahlan, atau istri dari Sang Pendiri Muhammadiyah Achmad Dahlan.
Nyai Achmad Dahlan bernama lengkap Siti Walidah. Ia lahir di Kampung Kauman, Yogyakarta, tahun 1872. Ia merupakan putri dari pasangan Nyai Mas dan Muhammad Fadhil bin Kyai Penghulu Haji Ibrahim, penghulu Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat—kini berganti nama menjadi Keraton Yogyakarta. Ia anak keempat dari tujuh bersaudara.
Pada tahun 1889, Siti Walidah menikah dengan KH Achmad Dahlan, pelopor gerakan "Sang Pencerah" di tanah Yogyakarta. Usianya pada masa itu masih sangat muda, yakni 17 tahun. Sejak saat itu pula nama sang suami tersematkan, dengan dikenal sebagai Nyai Achmad Dahlan.
KH Achmad Dahlan dan Nyai Achmad Dahlan dikaruniai enam anak. Seiring perjalanan bahtera rumah tangga itu, berbagai ide dan gagasan lahir, terutama untuk kemajuan Muhammadiyah. Karena dukungan Nyai Achmad Dahlan, sang suami mampu membesarkan gerakan Muhammadiyah. Begitu juga sebaliknya, sang istri mampu mencetuskan organisasi perempuan yang kini dikenal sebagai Aisyiyah.
Berdirinya organisasi Aisyiyah bermula keikutsertaan Nyai Achmad Dahlan mengikuti perkembangan organisasi Muhammadiyah. Awalnya, tahun 1914, ia mencetuskan gerakan Sopo Tresno. Dalam organisasi inilah Nyai Achmad Dahlan mengajarkan ayat-ayat suci Alquran dan hadis yang berkaitan tentang hak-hak seorang muslimah. Tak berapa lama, Sopo Tresno berubah menjadi Aisyiyah.
"Nyai Achmad Dahlan telah ikut menanamkan benih dan menjadi pelopor kaum wanita untuk meninggalkan keyakinan dan kebiasaan yang kolot dengan melakukan pergerakan untuk maju dan berjuang supaya tidak tertinggal dari kaum laki-laki," demikian ungkapan ihwal kepeloporannya, dikutip dari buku "100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi".
Nyai Achmad Dahlan wafat hari baik bagi umat Islam, yakni hari Jumat. Tepatnya tanggal 31 Mei 1946, pukul 13.00 WIB di Kauman Yogyakarta. Empat jam setelah kabar wafatnya, ia langsung dimakamkan pukul 17.00 WIB.
Pemakamannya kini dapat dilihat di . Berdasarkan kunjungan merahputih.com, Jumat (8/4), pemakaman perempuan yang telah diberi gelar Pahlawan Nasional ini tampak terawat. Keberadaan pemakaman ini menunjukkan bahwa pemikiran Nyai Achmad Dahlan akan terus hidup di tengah berdirinya Keraton Yogyakarta. (Fre)
BACA JUGA:
- Mengunjungi Makam Raja Imogiri di Yogyakarta
- Ini Golongan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta
- Di Yogyakarta, Profesi yang Disepelekan Raih Pendapatan Selangit
- Pengamen Angklung di Yogyakarta Raup Penghasilan Rp500 Ribu Per Hari
- Wisata Sejarah di Candi Klodangan Yogyakarta