Ngisis Ringgit dan Nabuh Gamelan di Museum Radya Pustaka

P Suryo RP Suryo R - Kamis, 20 September 2018
Ngisis Ringgit dan Nabuh Gamelan di Museum Radya Pustaka

Museum Radya Pustaka menggelar kegiatan pembersihan koleksi wayangnya. (Foto: MP/Win)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

BULAN Suro dalam kebudayaan Jawa dikenal memiliki arti sakral. Sekaligus merupakan bulan untuk bebersih benda-benda pusaka warisan leluhur. Seperti juga Museum Radya Pustaka di Solo, Jawa Tengah yang memgisi Suro Bulan Kebudayaan Tahun 2018, dengan kegiatan Nabuh Gamelan dan Ngisis Ringgit, di kawasan Museum, pada Rabu (19/9) kemarin.

Ngisis Ringgit adalah kegiatan membersihkan wayang. Dalam kegiatan ini ada sebanyak 45 wayang yang di bersihkan. Wayang tersebut berada dalam satu kotak yang merupakan peninggalan dari Paku Buwono (PB) II yang sudah ada sejak tahun 1726.

ngisis ringgit
Ngisis Ringgit, membersihkan wayang. (Foto: MP/Win)

Sebelum dibersihkan, wayang tersebut dibawa keluar. Seperti biasa tak lupa jajan pasar dan dupa diletakan sebagai bentuk dari sesaji. Usai dipanjatkan doa-doa, kotak berisi wayang tersebut dibuka dan wayang yang ada di dalamnya dikeluarkan satu per satu.

Dengan penuh hati-hati, wayang itu dikeluarkan kemudian dibersihkan dengan kuas dan digantungkan.

”Meski usianya sudah ratusan tahun. Namun wayang ini masih bisa dimainkan. Tetapi karena ini bagian dari benda sejarah, lebih baik disimpan dan dirawat,” jelas Koordinator Bidang Wayang Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jateng Restu Budi Setiawan kepada MerahPutih.com disela kegiatan.

nabuh gamelan
Nabuh Gamelan untuk menjaga pamor suara gamelannya. (Foto: MP/Win)

Berdasarkan pengamatan Restu, wayang satu kotak ini terdiri dari berbagai jenis, seperti wayang Purwo, Gedog dan Madya.

”Selain itu kalau saya lihat wayang-wayang ini pisungsung. Pisungsung itu seperti hadiah atau cindera mata,” katanya.

Sementara itu Kepala Museum Dinas Kebudayaan Kota Solo Bambang MBS mengatakan, wayang itu hanya sebagian saja. Mengingat saat Suro, wayang yang dibersihkan selalu bergantian.

”Kalau Nabuh Gamelan ini beda, tidak setahun sekali, namun kami lakukan dua bulan sekali agar pamor suaranya saat ditabuh masih enak saat didengarkan. Gamelan ini usianya juga sudah ratusan tahun,” katanya. (*)

Tulisan dari WIN, kontributor merahputih.com untuk wilayah Solo dan Jawa Tengah.

#Museum Radya Pustaka
Bagikan
Ditulis Oleh

P Suryo R

Stay stoned on your love

Berita Terkait

Bagikan