Minimnya Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia


MerahPutih Nasional- Dalam rangka memperingati 25 Tahun Konvensi Hak Anak, Johanes Gea, wakil dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, saat menghadiri Seminar Diskusi Publik menarik baginya untuk membicarakan sistem peradilan pidana anak di Indonesia.
Menurutnya, banyak kasus-kasus pidana anak di Indonesia yang cacat hukum, disebabkan minimnya pengetahuan masyarakat mengenai aturan-aturan hukum yang berlaku. Johanes beserta tim LBH pernah melakukan penelitian dan juga penanganan kasus langsung, ternyata kerap kali anak bersangkutan hukum (ABH) berasal dari golongan ekonomi tidak mampu.
Ini salah satu yang menyebabkan banyak kasus timpang atau cacat dalam penanganan tindak pidana. Selain itu, dalam penelitiannya banyak yang mengedepankan penahanan (upaya paksa). Padahal dalam penanganan pidana anak banyak cara dalam menjalankannya, salah satunya yaitu diversi.
Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana (Pasal 1 Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak). Diversi wajib diupayakan pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan negeri.
Menurutnya, sangat jarang langkah ini dilakukan, karena keterbatasan pengetahuan mengenai hukum. Selain itu hasil penelitiannya juga menyebutkan banyak dalam tahapan penanganan, pihak berwajib menyatukan tahanan Anak dengan tahanan dewasa, ABH juga mengalami penyiksaan.
Disebutkan juga dalam penelitiannya, kebanyakan dari yang melakukan tindak pidana mengalami putus sekolah.
"Sebenernya semua itu ada aturannya kalau kita tau," kata Johanes. Dia menjelaskan Syarat Penahanan (Pasal 32) yang isinya “Tidak boleh ditahan jika ada jaminan dari Orangtua/wali atau lembaga, Harus berusia diatas 14 Tahun, Diduga melakukan tindak pidana penjara 7 Tahun atau lebih.
Dalam aturan penanganan juga terdapat kurun waktu penahanan disetiap lembaga seperti Polisi 15 hari, JPU 10 hari, Hakim PN 25 hari, Hakim Banding 25 hari, Hakim Kasasi 25 hari, jadi total keseluruhan berjumlah 100 hari.
Menurut Johanes, semua hasil penelitiannya sangat disayangkan, karena ternyata banyak pelanggaran dalam sistem Peradilan pidana Anak di Indonesia. "Seharusnya ini tidak terjadi jika masyarakat kita lebih aware terhadap aturan tindak pidana anak," tutupnya.
Bagikan
Berita Terkait
Harga Minyak Goreng Kemasan Tingkat Nasional Naik di Atas Rp 20 Ribu
