Mengenal Tradisi Ruwahan Betawi, Ngaji dan Makan Bersama Jadi Kunci!


Ilustrasi tradisi Ruwahan Betawi. (https://budayajawa.id)
DALAM menyambut bulan suci Ramadan, banyak kebiasaan unik yang lazim dilakukan masyarakat Betawi. Salah satunya tradisi Ruwahan. Setiap memasuki akhir Syakban, mereka menggelar kebiasaan tersebut dengan mengundang tetangga dan tokoh agama.
Menurut kepercayaan masyarakat Betawi, Ruwahan penting dilakukan guna mendoakan arwah leluhur dengan mengaji bersama. Salah seorang sesepuh Betawi Depok, Buang Jayadi mengatakan Ruwahan merupakan akar kata dari 'arwah', atau roh leluhur.
Sehingga di bulan ke-8 tahun Hijriah itu masyarakat Betawi mengumpulkan warga untuk mengaji bersama. "Biasanya disebut "mapagin bulan rowah"," kata Buang Jayadi di rumahnya, Jalan Tanah Baru, Gang Empang III No 9, Depok, Selasa (8/5).
Selain mengaji bersama, Engkong Buang mengatakan dalam menjalankan tradisi tersebut, si empunya hajat juga menyediakan beberapa makanan khas Betawi sebagai sajian. Penganan yang biasa disuguhkan di antaranya tape uli ketan, kue cincin, dan kue geplak. Sementara, tape uli ketan terdiri dari dua macam hidangan; uli atau gemblong, dan ketan hitam.
Adapun makna dari uli ketan, kata Engkong Buang, melambangkan keeratan hubungan emosional kekerabatan masyarakat Betawi yang sangat tulus. Sedangkan ketan hitam mengartikan karakter masyarakat Betawi yang terkesan galak dan kasar, namun manis hatinya. "Semua ada maknanya, gak sembarang gitu aja," katanya.
Sementara itu, makna untuk kue yang terbuat dari adonan kering dari bahan tepung-parutan kelapa-gula, kue cincin, melambangkan kalau masyarakat Betawi bersaudara dengan siapa saja dan suku mana saja asalkan baik-baik dengan orang Betawi. "Sedangkan kue geplak melambangkan ketegasan dan kejantanan orang Betawi kepada siapa pun yang tidak berbaik," katanya. (*)
Bagikan
Berita Terkait
Keren, Ondel-Ondel dan Pencak Silat Muncul di Berlin
