LBH Jakarta: Pemberedelan Pameran Yos Suprapto Pelanggaran HAM


Yos Suprapto siap ambil langkah hukum.(foto: Merahputih.com/Ponco Sulaksono)
MERAHPUTIH.COM - LEMBAGA Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengkritik pemberedelan pameran tunggal seniman asal Yogyakarta Yos Suprapto bertajuk Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan. Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan mengatakan pemberedelan tersebut diduga karena muatan kritik sosial dalam karya seni yang akan dipamerkan.
"Telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dengan Yos Suprapto sebagai korbannya," kata Fadhil dalam keterangannya, Sabtu (21/12).
Menurutnya, negara berperan aktif dalam melakukan pelanggaran HAM lantaran
Direktur Galeri Nasional merupakan pejabat badan publik yang berada di bawah naungan Kementerian Kebudayaan. "Permasalahan mengenai pemberedelan pameran tunggal Yos Suprapto ini telah melibatkan struktur pemerintahan hingga tingkat kementerian, yaitu Kementerian Kebudayaan," ujarnya.
Fadhil menjelaskan, dalam komunikasi yang dilakukan Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganehsa kepada pihak penyelenggara pameran, Giring seolah resisten terhadap berjalannya pameran. "Menganggap salah satu karya dalam lukisan merupakan bentuk tindakan asusila yang ditafsirkan sebagai sosok Joko Widodo sehingga mewajarkan pameran tunggal tersebut tidak jadi diadakan," ungkapnya.
Baca juga:
Yos Suprapto Urung Buka Pameran 'Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan', ini 5 Faktanya
Fakta-fakta tersebut, kata dia, menunjukkan Menteri Kebudayaan Fadli Zon telah gagal menjamin ekosistem kebebasan berekspresi khususnya ekspresi seni dalam mendukung pemajuan kebudayaan bangsa Indonesia. "Pelanggaran hak asasi manusia terjadi karena negara semestinya merupakan pemegang kewajiban dalam konteks hak asasi manusia sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28I ayat (4) UUD NRI 1945," ungkapnya.
Fadhil menegaskan pemerintah seharusnya melaksanakan kewajibannya secara positif untuk menjamin pelaksanaan pameran tunggal Yos Suprapto sebagai bentuk pemenuhan dan perlindungan terhadap ekspresi seni sebagai hak asasi manusia. "Tindakan penundaan dan pemberedelan karya seni Yos Suprapto merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip demokrasi. Dalam negara yang demokratis, kritik melalui sarana apa pun, termasuk seni sah keberadaannya," tegas dia.
Apalagi, lanjut Fadhil, karya seni Yos Suprapto merupakan bentuk kritik yang berdasarkan pada penelitian ilmiah yang diperoleh dari kondisi faktual pada kultur pertanian di Indonesia. "Dengan begitu, pelarangan terhadap penyampaian dari hasil riset ini merupakan pelanggaran terhadap prinsip kebebasan akademis yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prinsip demokrasi," pungkasnya.
Galeri Nasional membatalkan pameran tunggal Yos Suprapto yang bertajuk Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan di Gedung A Galeri Nasional beberapa menit sebelum pembukaan pada Kamis (19/12) malam.
Di hari pembukaan pameran, terlihat pintu kaca digembok dan lampu dimatikan. Padahal, pameran yang telah dipersiapkan sejak tahun lalu tersebut direncanakan akan berlangsung selama 20 Desember 2024-19 Januari 2025.
Pameran tunggal Yos Suprapto batal digelar karena Suwarno Wisetrotomo yang merupakan kurator dari Galeri Nasional tidak meloloskan lima dari 30 lukisan Yos karena dianggap terlalu vulgar dan tak berkaitan dengan tema pameran tentang kedaulatan pangan. Lima lukisan itu berkaitan dengan sosok yang pernah sangat populer di masyarakat Indonesia dan banyak kalangan menyebut beberapa gambar dalam lukisan mirip wajah Presiden Ketujuh RI, Joko Widodo (Jokowi).
Pada pameran Yos, terdapat lukisan menunjukkan gambar seorang raja yang mirip dengan Jokowi sedang menginjak orang atau dinilai sebagai rakyat. Ada juga lukisan yang menggambarkan sosok petani yang sedang memberi makan konglomerat.(Pon)
Baca juga: