Kolom Agama di KTP Jadi Pemicu Terjadinya Diskriminasi


Warga adat Kanekes atau Baduy saat acara Seba di Pendopo Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (14/5). (Foto: MerahPutih/Abdul Majid)
MerahPutih Nasional – Tradisi Seba merupakan simbol rasa syukur warga masyarakat adat Kanekes atau populer dengan sebutan orang Baduy setelah hasil panen selama satu tahun. Menurut catatan sejarah, tradisi ini sudah dilaksanakan sejak abad ke-17 masehi.
Seiring dengan adanya tradisi Seba pada Jumat (13/5), warga masyarakat adat Kanekes melalui Jaro Pamarentahan atau Kepala Desa Saidja mengungkapkan bahwa warga masyarakat adat Kanekes menginginkan pencantuman agama Sunda Wiwitan di kolom Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai bentuk pengakuan negara.
Di hadapan Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya, Jaro Saija menyampaikan tiga permintaan warga Baduy kepada pemerintah saat Seba kali ini, salah satunya pencantuman agama di KTP. Begitu pun saat bertemu Gubenur Banten Rano Karno, warga Baduy menyampaikan permintaan yang sama.
"Kami mah moal loba pamenta, ngeun wayahna eta kumaha Ibu Bupati eusian na kolom agama di KTP kami? Terus eta jambatan, jeung hiji deui pamenta kami bantuan ngolah jeung ngalindungan hutan larangan (Kami ini tidak akan banyak permintaan, hanya mohon bagaimana Bu Bupati isi kolom agama di KTP kami? Terus itu jembatan, sama satu lagi permintaan kami bantu mengolah dan melindungi hutan larangan)," ungkap Jaro Saija di pendopo Kabupaten Lebak, Banten, Sabtu (14/5).
Warga Baduy bertemu Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya saat Seba. (Foto: MerahPutih/Abdul Majid)
Menurut pendapat Rahmad Efendi, peneliti sosial budaya pada Lembaga Riset Antronesia, penggunaan kolom agama pada KTP merupakan pemicu terjadinya diskriminasi.
"Negara ini menjalankan regulasi yang kontradiktif. Di satu sisi negara melalu undang-undang sudah menjamin warganya untuk memiliki keyakinan terhadap agama dan kepercayaannya masing-masing, di sisi lain negara hanya mengakui 6 (enam) agama resmi,” ujar Rahmad yang lebih akrab disapa Sutan, di Bandung, Jawa Barat, Selasa 17/5).
Ia menjelaskan, agama atau suatu kepercayaan itu selalu terintegrasi dengan sistem sosial budaya suatu masyarakat. Setiap agama dan kepercayaan yang ada Indonesia diprediksi akan menuntut hal yang sama kepada negara, yaitu pencantuman kolom agama pada KTP. Lebih dari itu, pencantuman agama pada KTP sebaiknya dihapus untuk menghilangkan diskriminasi administratif.
“Yang terpenting adalah pemerintah menjaga amanat undang-undang terkait kebebasan beragama agar masyarakat merasa nyaman dalam menjalankan agama dan kepercayaannya masing-masing,” ujar Rahmad. (Zal)
BACA JUGA:
- Mengenal Lebih Dekat Banten dalam Ritual Seba Baduy
- UNESCO Desak Pemerintah Jadikan Seba Baduy Sebagai Warisan Budaya Dunia
- Rano Karno: Seba Baduy Adalah Darah Daging Kebudayaan Banten
- Serahkan Hasil Bumi, Warga Baduy Disambut Todongan Senjata
- Minta Kolom Agama Diisi, Masyarakat Baduy Geruduk Pendopo Kabupaten Lebak