KNPI Mimika: Kisruh Freeport, PHK Bisa Semakin Meluas


Sejumlah haul truck dioperasikan di area tambang PT Freeport Indonesia. (FOTO Antara)
Dewan Pimpinan Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Mimika, Papua, mendesak pemerintah dengan PT Freeport Indonesia untuk secepatnya mencari solusi atas permasalahan yang terjadi antar keduanya.
Karena, jika tidak segera diselesaikan, KNPI menilai, telah memicu keputusan pemutusan hubungan kerja/PHK terhadap sekitar 2.000 karyawan PT Freeport Indonesia. Yang tidak menutup kemungkinan akan semakin meluas.
"Sehubungan dengan situasi itu, kami mendesak pemerintah bersama PT Freeport agar secepatnya mencari solusi atas permasalahan yang terjadi guna menyelamatkan nasib ribuan karyawan yang bekerja di PT Freeport maupun perusahaan-perusahaan subkontraktornya," kata Ketua DPD KNPI Mimika Roby Omaleng seperti dilansir Antara, Senin (13/3).
Roby menilai, terjadinya PHK massal yang bekerja di area pertambangan PT Freeport di Tembagapura, Mimika, Papua, tidak lepas dari terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 yang melarang semua perusahaan tambang (termasuk Freeport) untuk mengekspor konsentrat.
Terbitnya PP tersebut mengakibatkan Freeport kini hanya bisa memasok 40 persen konsentratnya ke PT Smelting di Gresik, Jawa Timur.
Dampak lanjutan dari kondisi itu, Freeport mulai melakukan penghematan besar-besaran, termasuk merumahkan karyawannya. Sementara perusahaan-perusahaan subkontraktor yang mendukung operasi pertambangan Freeport juga melakukan langkah PHK besar-besaran.
Menurut Roby, jika pemerintah dengan pihak Freeport tidak segera mencapai kesepakatan terkait kelanjutan operasi pertambangannya di Tembagapura, Mimika, Papua maka kebijakan PHK massal karyawan akan terus berlangsung dari hari ke hari.
"Ketika tidak ada titik temu antara pemerintah dengan Freeport, maka sudah tentu karyawan yang menjadi korban. Tolong pemerintah dan Freeport memikirkan hal ini," ujar Roby.
Hal senada dikemukakan tokoh masyarakat Amungme Yosep Yopi Kilangin. Menurut Yosep Yopi Kilangin, pemerintah dan pihak Freeport harus kembali ke meja perundingan guna mencari solusi terhadap permasalahan sosial yang kini menimpa karyawan dan masyarakat lokal akibat terhentinya ekspor konsentrat Freeport.
Yopi mengusulkan agar pemerintah memberikan kesempatan kepada Freeport untuk menyelesaikan sisa masa waktu Kontrak Karya tahap II hingga 2021.
"Jangan paksakan kehendak dalam posisi seperti sekarang ini. Ingat, ada ribuan orang yang nasibnya kini bergantung pada Freeport. Mengapa pemerintah tidak sabar. Masih ada beberapa tahun lagi sampai masa waktu KK tahap II berakhir," ujar Yopi.
Akibat kebijakan PHK massal di Freeport tersebut, katanya, sudah dua orang karyawan meninggal dunia. Kedua karyawan yang meninggal itu merupakan karyawan PT Pangansari Utama dan PT Jasti Pravita.
"Saya terima laporan sudah ada dua orang meninggal begitu mereka menerima surat pemberitahuan PHK. Bagaimana nasib anak, isteri dan keluarga mereka. Saya menangis mendengar cerita itu. Bahkan sekarang masih ada ribuan orang lagi yang sedang menunggu antrean kapan mereka dipulangkan oleh pihak perusahaan," paparnya.
Bagikan
Widi Hatmoko
Berita Terkait
Klaim Pemerintah Harus Perpanjang Izin Freeport Sampai 2061
