Kisah Tradisi dan Pemberdayaan Perempuan dalam Segelas Tequila


Kota Tequila di Negara Bagian Jalisco membangun ekonomi kota lewat tequila. (foto: Instagram @pueblosmagiccosmex)
TANPA Perempuan, tak akan ada tequila.
Tambahkan membuat tequila ke dalam daftar hal-hal yang bisa dilakukan perempuan dengan amat baik. Di kota yang disebut Tequila di Negara Bagian Jalisco, Meksiko, perempuan jadi jantung penting dalam produksi minuman dari tanaman agave tersebut.
1. Perempuan Bekerja di Ladang Agave

Tequila diproduksi dari tanaman sejenis kaktus berwarna biru yang disebut agave. Di kota yang terletak 45 mil sebelah utara Guadalajara, Meksiko, ladang agave terbentang luas. Menciptakan semburat warna biru di kejauhan. Keindahan ladang agave telah menarik minat banyak wisatawan untuk berkunjung. Sudah pasti, kunjungan itu enggak lengkap tanpa menyesap tequila buatan warga lokal.
Tak hanya punya ladang agave membiru, Kota Tequila juga dipenuhi bangunan warna-warni dengan jalanan dari bebatuan. Kota ini merupakan Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO. Pemerintah federal Meksiko menyebut kota ini dengan nama 'Pubelo Magico' atau Kota Magis.
Seperti dilansir CNN Travel, panen tahunan agave berlangsung di Negara Bagian Jalisco, Colima, Nayarit, dan Aguascalientes. Selama bertahun-tahun, tugas mengurus ladang agave menjadi tanggung jawab 'para perempuan tequila'. Meskipun demikian, enggak ada yang tahu sejak kapan pastinya tradisi itu dimulai.
Konon, para perempuan di sana mulai bekerja di ladang agave ketika mereka menggantikan para pria yang tengah istirahat makan siang. Ternyata, para perempuan malah lebih terampil dalam memilah dan mengurus tanaman agave muda. Kemudian, sejak abad ke-16, banyak perempuan yang bekerja purna waktu di ladang agave.
2. Tequila, Bahan Bakar Pariwisata Kota

Sebagai sebuah kota berpanorama indah, tak sulit bagi Kota Tequila untuk menarik kunjungan wisata. Namun, tidak demikian kenyataannya. Dua puluh lima tahun lalu, kota ini sepi. Hanya ada beberapa saja hotel dan fasilitas penunjang pariwisata di Tequila.
Namun kini, sejak tradisi membuat tequila jadi objek wisata, kota ini dipenuhi turis. Mereka datang dari penjuru dunia. Tertarik ingin belajar dan mencari tahu cara membuat tequila.

Minuman beralkohol itu memang layaknya 'bahan bakar' bagi pariwisata Kota Tequila. Wisatawan diajak untuk berjalan-jalan menikmati keindahan ladang agave, mengunjungi Museum Nasional Tequila, melihat langsung produksi tequila, hingga ikut dalam sesi tasting di 22 tequila house yang tersebar di seluruh penjuru kota.
Di akhir pekan, Jose Cuervo Express, sebuah kereta wisata, mengangkut 300 penumpang untuk berplesir. Kereta yang dikenal dengan nama 'kereta tequila' itu akan membawa wisatawan dalam perjalanan 2 jam melewati Lembah Rio Grande. Lembah itu menyajikan pemandangan ladang agave yang membiru. Di belakangnya, ada gunung berapi Tequila.
Yang lebih seru, ada juga pertunjukan tari Aztec yang digelar sebelum penumpang naik kereta. Bahkan, di dalam kereta, wisatawan dimanjakan dengan kuliner khas Meksiko, seperti tamale, keripik, dan guacamole. Tentu saja ditemani berbagai variasi cocktail berbahan tequila.
3. Tequila, Pariwisata, dan Pemberdayaan Perempuan

Di Kota Tequila, membuat minuman alkohol bukan cuma masalah mempertahankan tradisi. Lebih daripada itu, budi daya agave dan pembuatan tequila telah menumbuhkan ekonomi lokal. Sejalan dengan itu, pemberdayaan perempuan pun menggeliat. Hal itu amat terkait dengan keterlibatan perempuan dalam tahap produksi tequila.
Untuk menghasilkan tequila, tanaman Agave Azul Tequilana Weber (agave biru) didistilasi terlebih dahulu. Para perempuan berbaju lengan panjang dan topi lebar umum terlihat bekerja di ladang agave pada Februari hingga Juli. Mereka merawat tanaman endemik dari wilayah itu dengan ketelatenan.
Nantinya, setelah dipanen, bagian pina (buah yang berbentuk seperti nanas) akan dibawa ke penyulingan. Di sana, buah agave akan dipanggang selama 36 jam. Melepaskan gula dan sari-sarinya.
Proses pembuatan tequila itulah yang menarik minat wisatawan. Mereka biasanya mengikuti tur yang dipandu ahli tequila. Di kota ini, ada banyak pria yang ahli dalam menyicip tequila, seperti sommelier. Namun, tak lebih dari 10 perempuan yang punya label 'ahli tequila'. Salah satu perempuan yang punya label tersebut ialah Sonia Espinola.

Tak hanya terlibat dalam tur wisata, perempuan di kota itu juga diberdayakan dalam pemanfaatan produk sampingan agave. Espinola yang juga menjabat Direktur Fundación Beckmann mengatakan, "Perempuan di sini enggak hanya belajar membuat produk berbasis agave, tapi juga cara menjual, menjalankan business, menyusun rencana bisnis, logo, dan banyak lagi."
Di kota ini, banyak kisah perempuan yang berhasil bangkit dari keterpurukan finansial lewat produksi agave. Salah satunya kisah Ernestina Carrero Cortez. Perempuan asli Jalisco ini pernah mengalami kesulitan ekonomi saat anaknya jatuh sakit. Upah sang suami yang bekerja sbagai tenaga konstruksi tak mencukupi biaya pengobatan.
Lewat bantuan lembaga pemberdayaan perempuan setempat, Cortez belajar membuat tas tangan dan dompet dari serat agave. Kini, tujuh tahun sejak pertama kali ia memulai usahanya, Cortez sudah punya labelnya sendiri, Puntadas. Sebanyak 22 perempuan bekerja di bawah bisnisnya.
Dengan adanya pariwisata yang berkembang, Cortez tak kesulitan menjual produknya di butik, museum, dan hotel yang bertebaran di penjuru Kota Tequila.
Kisah-kisah seperti perjalanan Cortez itulah yang membuat kunjungan ke Kota Tequila enggak sekadar berwisata melihat pemandangan indah. Para wisatawan jadi punya pandangan yang lebih mendalam akan segelas tequila. Bahwa di dalam minuman itu terkandung tradisi dan kebangkitan ekonomi lewat pemberdayaan perempuan.(dwi)