Kidung Cinta Damayanti Noor, Sosok Peneguh Mendiang Chrisye
Yanti dan Chrisye. (Foto: Dok. Keluarga pada Alberthiene Endah)
"Begitu banyak kisah manis tentang Chrisye," kata Gusti Firoza Damayanti Noor, istri mendiang Chrisye, kepada merahputih.com di sela pemutaran perdana film Chrisye pada 2017 silam. Kisah perjalanan hidup dan karier Chrisye telah tersaji lengkap di berbagai artikel cetak dan daring, lagu, buku, hingga film. Seluruh cerita itu tak akan pernah terbingkai apik tanpa tuturan Damayanti Noor, sebab sang suami menutup rapat hampir seluruh kisah di luar musiknya.
Namun, di antara segudang kisah tentang mendiang Chrisye, pernahkah Mba Yanti, sapaan karib Damayanti Noor dikisahkan sesuai porsi?
Terhitung lebih dari tiga kali tim merahputih.com bersemuka dengan Mba Yanti. Keperluan kami kala itu menggali sisi personal almarhum penyanyi bernama lengkap Christian atau Chrismansyah Rahadi untuk laporan khusus "Chrisye, Sabda Nada Sang Legenda". Laporan itu disusun redaksi sebagai bentuk apresiasi terhadap karya-karya besar dan juga bertepatan dengan akan rampungnya film biopik Chrisye garapan sutradara Rizal Mantovani.
Pertemuan kali pertama berjalan mulus. Berkebalikan dengan Chrisye, Mba Yanti begitu cekatan dan sangat terbuka meladeni seluruh pertanyaan. Suara dengan tone khas, serak dan berat, mengantar cerita pertemuan kali pertamanya dengan Chrisye, lengkap dengan kisah asmara, jatuh-bangun karier, juga cerita sang suami selagi di luar musik.
"Chrisye itu bukan pendiam. Kalau sudah klik ia bisa cerita banyak," ungkap Mba Yanti. Hal itu memang terbukti, sebab hanya di hadapan Yanti Noor, "Si Dingin" Chrisye bisa "meleleh" berbincang bahkan hal-hal personal.
Tatap muka mereka kali pertama terjadi di rumah kediaman keluarga Noor. Chrisye memang karib Raidy Noor, adik Yanti. Mereka kebetulan juga punya selera musik hampir serupa dan satu lingkaran pertemanan, anak menteng-pegangsaan. Kelincahan Yanti saat berlatih musik bersama Noor Bersaudara, terkadang membuat Chrisye ingin terus melirik, meski selintas lalu.
Di masa itu, jarang sekali ada keluarga mendukung anaknya menjadi seorang pemusik, apalagi ketika sedang menempuh pendidikan tinggi. Hal itu jauh berbeda dengan keluarga Noor. Mereka, menurut Alberthiene Endah pada Chrisye, Sebuah Memoar Musikal, mampu menggabungkan aura keluarga ningrat berpendidikan tinggi dengan hasrat bermusik.
Tak heran bila dari keluarga itu lahir 'band bocah' Noor Bersaudara, dengan personel Firzy, Harry, Iwan, Yanti, Ida, dan Nana. Di rumah mereka di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, tersedia alat musik lengkap. Hal tersebut kemudian jadi daya tarik Chrisye betah main di rumah keluarga Noor.
"Memang pertama lihat di rumah. Tapi mulai saling tertarik pas saya jadi sekretaris pribadi Mas Guruh (Guruh Soekarnoputra). Nanti lihat deh di film," kenang Yanti sambil sesekali mengepul asap kretek. Pertalian dengan Guruh terjadi saat Yanti menjadi anggota Swara Maharddhika, organ kesenian asuhan bungsu pasangan Bung Karno dan Fatmawati.
Guruh dikenal tegas, berdisiplin tinggi, dan perfeksionis dalam bekerja. Begitu pun Yanti, cekatan, lincah, dan berdedikasi tinggi. Kerja keras Yanti bahkan hingga larut malam ternyata beroleh perhatian khusus Chrisye. "Itu mengesankan saya. Diam-diam saya mulai memberi perhatian lebih, dan kalau mengobrol, pikiran saya mulai fokus padanya seratus persen," ungkap Chrisye pada memoarnya ditulis Alberthiene Endah.
Saat menunggu Guruh itulah, Chrisye dan Yanti mulai sering berbincang banyak hal, dari soal musik, lika-liku hidup, hingga urusan personal seperi bisakah musik jadi tumpuan hidup.
"Memilih musik berarti harus siap dengan risiko hidup repot," kata Yanti.
"Kok bisa bilang begitu? "
"Repot bukan berarti hidup miskin," tambah Yanti menegaskan.
Chrisye saat itu sedang dihadapkan dengan ketakutan tentang masa depan. Ia sangat risau bermusik tak bisa menghidupinya. Dari pembuka obrolan itu, menurut Chrisye pada memoarnya, ia seperti dihadapkan pada layar terbuka tentang masa depan, bukan pandangan kabur, justru konkret.
"Apa pun, dalam seni, pelakunya tidak boleh menjalani dengan rasa tertekan atau ditunggangi beban. Kesejahteraan hidup memang harus dipersiapkan, dan itu tak lepas dari pengaruh Tuhan. Rejeki sudah diatur Tuhan," sambung Yanti.
Obrolan itu terus bersambung di hari-hari berikutnya. Bila semula Chrisye tertarik ke rumah keluarga Noor karena alat musik, kini terpana dengan empunya rumah. Mereka menjalin asmara tanpa ada kata "jadian". Berpacaran dengan musisi super cuek, dan sekretaris super sibuk, tak akan mungkin ada acara mesra-mesraan tiap hari. "Saya dan Yanti pacaran di sela pekerjaan".
Chrisye, baik masih pacaran maupun sudah jadi pasangan hidup, di mata Yanti masih tetap orang penuh pertimbangan. Ia, lanjut Yanti, sempat khawatir menjalin cinta dengan perempuan karena takut akan pernikahan, masa depan, dan lagi-lagi tentang apakah musik bisa jadi sandaran hidup?
Setelah berpisah sementara, karena Yanti berpindah kerja di Bali, Chrisye akhirnya memberanikan diri menyusul dan melamar Yanti. "Yanti, kalau kamu pulang ke Jakarta, kita menikah saja," pinta Chrisye.
Chrisye, usai beroleh restu menikah dari ayahnya dan berpindah keyakinan, akhirnya menikahi Yanti pada 12 Desember 1982. Namanya pun berganti dari Christian menjadi Chrismansyah Rahadi. Pesta pernikahan dilaksanakan dalam dua adat, Padang dan Kalimantan.
Tak lama setelah menikah, Yanti hamil dengan keadaan Chrisye sedang jeda album. Artinya keuangan sedang menyusut. Kebetulan, menurut Chrisye, Yanti ngidam jajanan kaki lima di Jalan Besuki, Jakarta Pusat. "Kalau tidak makan sate, Yanti biasanya mencari rujak atau gado-gado". Kelahiran anak pertama, Rizkia Nurannissa, dalam keadaan hidup serba-prihatin.
Setelah anak kedua, Risty Nurraisa, dan ketiga "Si Kembar" Rayinda Prashatya dan Randa Pramasha berlangsung saat karier Chrisye sudah mulai menanjak bahkan bisa dibilang berada di puncak. Meski album laris-manis di pasaran bukan berarti hidup keluarga mereka sudah berkecukupan. Di masa itu, album laris bukan jaminan, kecuali punya jadwal panggung padat.
"Kalau sudah begitu acara jual-menjual barang pun terjadilah. Sampai mobil Honda Accord (mobil pertamanya), dan sedan Mercy merah bata sempat dijual karena kami membutuhkan dana mendesak," kata Chrisye.
Sepanjang menjalani proses bermusik, terutama saat rekaman, Chrisye paling tak ingin diganggu dengan urusan rumah. Apalagi mengajak istri dan anak-anaknya ke studio. Sangat mustahil!
Namun, saat proses rekaman lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata, Chrisye merasa kesulitan dan berkali-kali gagal. Ia pun mengajak Yanti ke studio. Bagian ini ditangkap dengan amat dramatis di film.
Kenyataannya, Yanti menemani Chrisye rekaman, bahkan sempat shalat khusus dan mendoakan agar seluruh proses rekaman suaminya berjalan lancar. "Alhamdulillah, abis itu lancar dan one take oke," ujar Yanti.
Bagi Chrisye, lagi itu merupakan lagu paling meluluhkan perasaan. Terdapat suara dengan getaran paling autentik. "Itulah pengalaman batin paling dalam selama menyanyi," kata Chrisye.
Di fase terendah hidup Chrisye, Yanti senantiasa hadir memberi semangat dan energi. Bahkan ketika sang musisi legendaris itu sakit. Tak pernah sedikit pun sangat istri berpaling. "Salah satu hal paling membuatnya sedih selama sakit, karena dia merasa tidak bisa berfungsi dengan baik sebagai seorang ayah," kata Yanti. "Tapi, anak-anak selalu mengatakan dengan bersemangat, ia adalah ayah hebat!".
Kini, Yanti telah pergi mendampingi sang suami, Chrisye, menyenandung Puspa Indah Taman Hati. Selamat jalan Mba Yanti! (*)
Bagikan
Yudi Anugrah Nugroho
Berita Terkait
Tampil di Lifetime Tribute to Chrisye Concert, Ariel Noah Berandai Chrisye Nyanyikan ‘Ada Apa Denganmu’
Lifetime Tribute to Chrisye Concert Bawa Penonton Menikmati Simfoni Menembus Zaman
Lirik Lagu Anak Sekolah Chrisye: Gemetar Rasa di Dada
'Lifetime Tribute to Chrisye Concert' Hadirkan Andien, Afgan, Eva Celia hingga Pasha Chrisye