Kelompok Radikal Tunggangi Pilkada DKI


Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab berorasi saat unjuk rasa. (Merahputih.com / Derry Ridwansah)
Perhelatan Pilkada DKI Jakarta tak pelak lagi telah membuka pintu masuk bagi kelompok radikal yang dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Rangkaian Aksi Bela Islam hingga beredarnya spanduk yang melarang untuk menyalati jenazah yang memilih calon tertentu telah mengusik harmonisasi kehidupan warga Jakarta yang selama ini terjalin dengan baik.
Sekretaris Lembaga Ta'lifwan Nasyr Pengurus Besar Nahdatul Ulama (LTN PBNU), Syafieq Alieha mengatakan, bahwa kelompok radikal tersebut mendapatkan momentumnya pada kasus Al Maidah yang terjadi beberapa waktu lalu.
“Kelompok radikal mendapatkan momentumnya karena kasus Al Maidah,” katanya, saat ditemui reporter merahputih.com, Ponco Sulaksono di Jakarta, Kamis (29/3).
Menurut dia, kelompok radikal ini mendapatkan ruang untuk memanfaatkan agenda politik kelompoknya melalui Pilkada DKI. Sebut saja seperti Front Pembela Islam (FPI) atau Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“Di mana sekarang banyak kelompok seperti FPI bahkan yang lebih kanan dari FPI itu mendapatkan panggung dan seolah diterima oleh masyarakat, diberi ruang untuk kampanye, untuk bicara, untuk mengorganisir dan ini persoalan,” tegas Syafieq.
Apabila kelompok berpaham radikal yang mengatasnamakan Islam semakin berkembang, Syafieq khawatir, makna keislaman yang damai dan toleran dapat bergeser menjadi agama yang dekat dengan kekerasan.
“Karena kelompok radikal ini ideologinya dia gak mau berkompromi, dia gak mau berdiskusi, dia sudah meyakini nilai Islam yang saklek, seperti yang mereka pahami, islam yang tekstual dan mereka ingin memaksakan untuk itu terwujud,” jelasnya.
Sementara itu Direktur Populi Center, Usep S. Ahyar menilai perseteruan di pilkada DKI Jakarta hanyalah sebuah target antara yang tujuannya bukan Ahok, akan tetapi pertarungan ideologi yang memang belum tuntas dari awal negara ini merdeka.
“Jadi ini kan sebenernya pertarungan yang titik tujuan nya itu bukan di ahok. Ahok ini di pilkada dki hanya sebagai target antara, tujuan sebenarnya kan pertarungan ideologis itu. Misalnya tidak ada yang selesai dari dulu, ada yang belum legowo, bahkan sekarang menguat lagi mengungkit dasar negara, mengungkit soal ideologi bangsa,” kata Usep.
Usep menegaskan, bahwa negara harus hadir untuk mengantisipasi gerakan-gerakan yang dapat berpotensi memecah belah keutuhan bangsa.
“Itu yang kemudian menurut saya negara harus segera melakukan sesuatu, kan ini tujuan nya harus segera di baca dan diantisipasi oleh pemerintah,” pungkasnya.