Kangen Sinetron Bersahaja dan Cerdas


Sinetron Keluarga Cemara (Youtube)
MerahPutih Televisi - "Harta yang paling berharga adalah keluarga. Istana yang paling indah adalah keluarga...Puisi yang paling bermakna adalah keluarga. Mutiara tiada tara adalah keluarga...Selamat pagi Emak, Selamat pagi Abah, mentari hari ini berseri indah..."
Bagi sebagian besar generasi yang tumbuh di era 1980-1990-an tentu ingat dengan lagu yang dilantunkan Novia Kolopaking ini. Ya, itu petikan lagu tema sinetron lawas "Keluarga Cemara" yang tayang dari tahun 1996-2005 di stasiun TV swasta pertama di Indonesia, RCTI dan TV7. Sinetron yang diadaptasi dari cerita bersambung majalah remaja Hai karya Arswendo Atmowiloto ini mengharu biru jagat pertelevisian bersaing dengan sinetron drama percintaan ala drama Korea, Bollywood dan Jepang.
Narasi dari "Keluarga Cemara" ini begitu kuat dan menyentuh. Di samping sinetron ini juga diperkuat para aktor dan aktris berkarakter. Pantas lah, Arswendo dan para bintang Keluarga Cemara menuai banyak pujian. Sinetron ini menceritakan kisah keluarga Abah (Adi Kurdi) dan Emak (Novia Kolopaking, sebelum digantikan Anneke Putri-red) beserta ketiga anaknya, Euis, Agis dan Ara. Di tengah kesederhanaan hidup mereka, Abah yang sehari-hari menarik becak dan Emak sebagai ibu rumah tangga, selalu mengingatkan soal kejujuran di dalam keluarga. Abah dikenal penyabar dan teladan bagi istri dan anak-anaknya meski sering dilecehkan orang lain.
Dari catatan merahputih.com, sinetron ini menjadi paradoks, di tengah banyak sinetron lainnya yang menjual cinta picisan dan mimpi-mimpi orang miskin bisa memikat orang kaya. Keluarga Cemara menawarkan sosok keluarga Indonesia yang ideal dan menawarkan nilai-nilai kehidupan kendati harus hidup serba pas-pasan. Tema ini menjadi 'aneh' ketika sinema elektronik alias sinetron ala telenovela dan opera sabun meledak di era tumbuhnya televisi swasta.
Namun, jangan lupa di era 1980-an ada juga sinetron atau serial dengan tema-tema bersahaja dan dekat dengan keseharian masyarakat seperti "Losmen Bu Broto" (melambungkan aktor Mathias Muchus dan Dewi Yull), "Jendela Rumah Kita" (masih ingat si Jojo alias Dede Yusuf? Desi Ratnasari dan Kris Dayanti muncul kali pertama di sini), "Rumah Masa Depan" (dibintangi aktor watak seperti Deddy Sutomo, (alm) Hamid Arief, (alm) Wolly Sutinah alias Mak Wok, Aminah Cendrakasih dan Septian Dwicahyo), "Sengsara Membawa Nikmat" (Peran si Midun diperankan oleh Sandy Nayoan) dan Siti Nurbaya (mengorbitkan Gusti Randa dan Novia Kolopaking). Semua sinetron tersebut tayang di TVRI.
Cerita-cerita sederhana, dialog bernas dan cerdas, alur cerita masuk akal, karakter keseharian dan tema orang biasa membuat tayangan-tayangan televisi di era itu mampu memikat banyak orang. Skenario yang digarap sendiri maupun adaptasi novel oleh maestro sinema seperti Asrul Sani, Arswendo Atmowiloto, Dedi Setiadi, Ali Shahab dan Tatiek Maliyati Wahyu Sihombing membuat sinetron tersebut menjadi hidup. Nilai-nilai ini yang hilang digempur sinetron yang diproduksi seperti kerja paksa dari rumah produksi model Multivision, Star Vision, dan MD Entertainment. Rating televisi menjadi hambanya. Rumah produksi berlomba-lomba membuat sinetron kejar tayang.
Generasi 1980-1990-an yang doyan manteng depan TV tentu kangen ocehan Tarjo ke Bu Broto serta sabarnya Abah sampai penonton gemas sendiri, kok ada ya orang sepasrah itu. Daripada sekarang nonton sinetron ulah remaja alay jadi serigala atau harimau jadi-jadian. Mau bukti sinetron era 2000 sampai sekarang makin enggak keruan mutunya? Simak berita lanjutannya. (Bro)
BACA JUGA:
- Cucu Soekarno: Membuat Film Sejarah Jangan Kayak Sinetron
- Ceritanya Mendidik, Alasan Tissa Biani Betah Bermain di Sinetron Madun
- Curhat Penulis Naskah Rayakan 1700 Episode Sinetron TBNH
- Beragama Hindu, Ajun Perwira Belajar Islam Lewat Sinetron Ramadan