Jemaah Ahmadiyah NTB Diteror Sampai Mengungsi di Kantor Polres


Ilustrasi. (Foto: pixabay)
MerahPutih.com - Komunitas Muslim Ahmadiyah di Kecamatan Sakra Timur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi korban amuk massa. Tujuh rumah warga habis dirusak massa hingga memaksa 24 orang harus mengungsi ke Polres Lombok Timur.
Sekretaris Pers PB Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yendra Budiana dalam keterangan tertulisnya, Minggu (20/5), menjelaskan tragedi ini terjadi Sabtu (19/5) kemarin.
Terjadi penyerangan dan perusakan rumah penduduk dan pengusiran terhadap tujuh KK di Dusun Grepek Tanak Eat, Desa Greneng, Kecamatan Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur.
"Kelompok yang berasal dari daerah yang sama melakukan penyerangan dan perusakan karena sikap kebencian dan intoleransi pada paham keagamaan yang berbeda," kata Yendra.

Teror kemudian berlanjut hari ini ketika kembali terjadi penyerangan dan perusakan rumah penduduk di lokasi yang sama seperti dilaporkan Antara. Bahkan, aksi ini dilakukan di hadapan polisi yang mengakibatkan satu rumah hancur.
"Target penyerang sepertinya adalah meratakan seluruh rumah penduduk komunitas muslim Ahmadiyah dan mengusirnya dari Lombok Timur," kata Yendra.
Yendra menduga amuk masa ini terindikasi mulai Maret 2018 dan dipertegas kejadian 9 Mei 2018 di desa yang berbeda, tetapi masih di Kabupaten Lombok Timur dengan motif yang sama.
"Dugaan motifnya adalah kebencian dan intoleransi pada paham keagamaan yang berbeda yang berujung pada pemaksaan untuk keluar dari komunitas muslim Ahmadiyah atau ancaman pengusiran," kata Yendra.

Aksi teror dan kekerasan terhadap jamaah Ahmadiyah ini telah dilaporkan kepada polisi dan beberapa kali dilakukan dialog yang dihadiri Polsek dan Polres Lombok Timur.
"Atas kejadian tersebut kami sebagai warga negara yang sah meminta hak atas jaminan keamanan dari pihak kepolisian dimanapun Komunitas Muslim Ahmadiyah berada," kata dia.
PB Jamaah Ahmadiyah Indonesia juga meminta jaminan pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk tinggal di rumah yang dimiliki secara sah yang dijamin UUD 1945 sekaligus jaminan dari pemerintah untuk melaksanakan ibadah sesuai keyakinan masing-masing yang dijamin UUD 1945. (*)