Jaring Terapung Dipasang Buat Kurangi Limbah Busa, di Jakarta Kadar Pencemar Lampaui Baku Mutu


Pengerukan Lumpur Endapan Kali Ciliwung Jakarta untuk Cegah Pendangkalan
MerahPutih.com - Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta memasang jaring terapung untuk melokalisasi penyebaran limbah busa rumah tangga.
Limbah busa terbentuk akibat tingginya pencemaran organik yang ditunjukkan oleh nilai Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD).
Selain itu, limbah rumah tangga terutama sabun dan deterjen yang mengandung surfaktan sintetis menjadi penyebab utama.
Lebih lanjut, sejumlah perahu karet bermotor juga akan disiagakan di dalam dan luar area jaring untuk mendukung mobilitas petugas di lapangan.
"Kondisi turbulen di pintu air akibat perbedaan elevasi permukaan membuat udara terjebak di dalam air, sehingga memperbanyak dan mempertahankan busa," kata Kepala Dinas LH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, di Jakarta, Senin (11/8).
Pihaknya akan melakukan simulasi penanggulangan busa di Pintu Air Wier 3, Banjir Kanal Timur (BKT), Rabu, 13 Agustus 2025. Kegiatan ini melibatkan sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) lintas sektor guna memastikan respons cepat dan efektif jika busa kembali muncul di lokasi tersebut.
Simulasi ini merupakan langkah konkret dalam penanggulangan pencemaran jangka pendek sebagai bagian dari program pemulihan air sungai dalam jangka panjang.
Ia menyebut, kadar pencemar di kawasan tersebut sudah melampaui baku mutu lingkungan.
"DLH bersama BPBD, Dinas Sumber Daya Air, serta Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan akan berkolaborasi untuk mempercepat pemulihan kualitas air sungai," ujar Asep.
Dalam simulasi tersebut, tim akan menggunakan semprotan nozzle yang mencampurkan air dengan cairan microorganisme pengurai surfactant, seperti EM4, yang lebih biodegradable guna mempercepat pemecahan busa.
Di luar penanganan darurat, Dinas LH menekankan pentingnya pencegahan jangka panjang. Salah satunya melalui penertiban pelaku usaha yang diwajibkan memiliki Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) dokumen wajib bagi usaha berskala kecil, dengan luas lahan terbangun di bawah 1 hektare atau bangunan di bawah 5.000 meter persegi.
Asep mengingatkan, pelanggaran terhadap pengelolaan lingkungan dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, dengan ancaman kurungan 10 hingga 90 hari atau denda antara Rp 100 ribu hingga Rp 30 juta.
Selain itu, sesuai Peraturan Gubernur Nomor 122 Tahun 2005 tentang Air Limbah Domestik, pelanggar juga dapat dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha dan penyegelan bangunan.
"Tahun ini kami fokus membina usaha kategori SPPL, dimulai dari kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung sebagai pilot project penguatan pengelolaan lingkungan sejak dari hulu," kata Asep. (Asp).
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
David Leon Bijlsma dan Farel Larasti Juara Abang None Jakarta 2025, Ini Pesan Gubernur Pramono kepada Mereka

Sistem Baru Peringatan Dini Polusi Udara Jakarta Bisa Sarankan Langkah Mitigasi 3 Hari ke Depan

Sekak Balik DPRD PSI Jakarta, Pakar Beberkan Aturan Anak Usaha BUMD Sah Terima Uang Bagi Hasil Keuntungan

Relokasi Pedagang Barito ke Sentra Fauna dan Kuliner Lenteng Agung Sudah 80%, Lokasi Dekat Tol dan KRL

Indosat Hadirkan Program Beasiswa Coding Lewat Ajang IDCamp 2025

Momen Akrab Presiden Prabowo Subianto Bertemu Presiden FIFA Gianni Infantino

Aksi Unjuk Rasa Peringati Hari Tani Nasional 2025 di Depan Gedung DPR

12 Kios Pasar Krenso Bidara Cina Hangus Terbakar, Kerugian Capai Rp 450 Juta

Menilik Pameran Foto Warna-Warni Parlemen Bertajuk Parlemen Berdaulat Indonesia Maju

Pramono Janjikan Bangun 23 Ribu Rumah, Bakal Serap 100 Ribu Tenaga Kerja
