Lapsus Jejak Seni Bela Diri Tionghoa

Isi Qian Shi, Isyarat Kematian Encek Bacih

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Sabtu, 03 Maret 2018
Isi Qian Shi, Isyarat Kematian Encek Bacih

Guru besar PGB Bangau Putih Lim Sin Tjoei atau Encek Bacih. (Repro Merahputih.com/buku Melacak Jejak Kungfu Tradisional di Indonesia)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

SETELAH merasakan asam garam kehidupan, kedigdayaan Persatuan Gerak Badan (PGB) Bangau Putih pun tak boleh diragukan. Semangat dan tekad Lim Sin Tjoei atau Encek Bacih selaku guru besar perguruan tersebut, tertular kepada murid-muridnya nan setia.

Pada tanggal 26-28 Mei 1984 PGB Bangau Putih mengadakan acara riungan yang bertujuan mengumpulkan para pesilat dan anggota PGB Bangau Putih untuk bersatu dan membina keakraban. Acara riungan itu diadakan di Bumi Perkemahan Cibubur yang dihadiri lebih dari 2.000 peserta.

Para tokoh penting seperti Letjen (Purn) Tjokropanolo (mantan Gubernur DKI Jakakrta periode 1977-1982), Mayjen (Purn) Eddie Marzuki Nalapraya (Ketum PB IPSI periode 1978-2003), dan beberapa lainnya turut hadir dalam acara tersebut. Acara riungan itu kemudian ditutup oleh Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Abdul Gafur.

Dalam buku Melacak Jejak Kungfu Tradisional di Indonesia gubahan Alex Cheung dkk menyebutkan, Lim Sin Tjoei pernah mengatakan kepada para muridnya bahwa beliau belum pernah mengunjungi Kelenteng Tuban.

"Atas inisiatif GS Tabaluyan (salah satu anggota 18 Pewaris) dan para murid lainnya, kemudian mereka melakukan acara darmawisata ke sana," sebut Alex Cheung dalam buku itu.

Qian Shi untuk Encek Bacih

Pada 27 Desember 1985, rombongan yang terdiri dari 20 orang berangkat dari Jakarta dengan 3 kendaraan untuk berdarmawisata bersama. Setibanya di Kelenteng Tuban, Encek Bacih mengambil Ciam Sie atau Qian Shi (ramalan berupa syair).

Bagi masyarakat Tionghoa, Qian Shi merupakan sebuah ramalan yang pasti akan terjadi. Tradisi memercayai Qian Shi, sudah dikenal sejak zaman leluhur mereka terdahulu.

Ketika salah seorang murid Encek Bacih menanyakan isi dari ramalan tersebut, Enceh Bancih mengatakan bahwa ramalan tersebut belum dibuka. Rencananya, kata Encek Bacih, bakal dibuka pada esok hari, setelah dari kelenteng tersebut.

Keesokan harinya, rombongan melanjutkan perjalanan dengan beriringan 3 mobil. Lim Sin Tjoei duduk di mobil kedua. Setiba di Desa Sluke, Jawa Tengah, kendaraan yang ditumpangi Lim Sin Tjoei mengalami kecelakaan. Mobil yang ditumpangi beliau terjungkir sebanyak tiga kali sehingga kemudian kembali ke posisi semula.

Lim Sin Tjoei dibawa ke rumah sakit. Di tengah perjalanan, Lim Sin Tjoei masih sempat menanyakan kondisi para murid dan penumpang lainnya.

Setelah sempat dirawat di RS Rembang, pada 31 Desember 1985, Liem Sin Tjoei akhirnya mengembuskan napas terakhir. Para murid yang mendampinginya saat itu antara lain GS Tabaluyan, Max Tji Beng, dan Robert.

Ketika tulisan di kertas Ciam Sie no 4, yang ada di kantong Lim Sin Tjoei dibuka, tertulis 'Raja Kera Melompat Tiga Kali', seperti memberi 'tanda' kepergian sang guru besar.

Jenazah beliau kemudian dibawa ke Bogor dan disemayamkan di Kebon Jukut. Pada 10 januari 1986 dilakukan prosesi pemakaman di Padepokan PGB, Tugu, Cisarua, tempat di mana Lim Sin Tjoei berlatih sekaligus menjadi tempat peristirahatan terakhirnya.

Semasa hidupnya, Encek Bacih sangat supel dan juga orang yang bersikap sederhana serta rendah hati. Ia bergaul dengan banyak orang dan akrab dengan tokoh-tokoh dunia bela diri di tanah air.

Tak heran, saat sang Pendekar Bangau Putih tersebut wafat, ribuan orang yang terdiri dari murid, keluarga, teman, simpatisan datang untuk memberi penghormatan terakhir. WS Rendra juga turut hadir membacakan sebuah puisi untuk melepas kepergian sang guru besar. (*)

BACA JUGA: Encek Bacih Pilih Kie Lin sebagai Khas PGB Bangau Putih

#PGB Bangau Putih #Encek Bacih #Lim Sin Tjoei
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.

Berita Terkait

Bagikan