Inilah Sosok Gan Thawn Sing, Penggubah Wayang Kulit Cina-Jawa

Thomas KukuhThomas Kukuh - Minggu, 27 Agustus 2017
Inilah Sosok Gan Thawn Sing, Penggubah Wayang Kulit Cina-Jawa

Gan Thawn Sing mendalang Wacinwa. (Katalog Pameran Wacinwa Silang Budaya Cina-Jawa)

Ukuran:
14
Audio:

GAN Thawn Sing kecil selalu membuntut ketika sang kakek, Gang Ing Kwat, menguas aksara Tiongkok pada selembar kertas, shufa. Sembari melukis, sang kakek sering bercerita tentang legenda klasik Tiongkok menggunakan bahasa mandarin maupun Jawa. Tak heran bila Gan Thawn Sing tumbuh berkembang bersama silang budaya Tionghoa-Jawa.

Lelaki kelahiran Jatinom, Klaten, Jawa Tengah, pada 1885 itu kemudian belajar bahasa mandarin dan mengoleksi buku-buku cerita klasik Tiongkok.

Dalam keseharian, Gan Thawn Sing senang bergaul dengan siapa saja, tak terkecuali kaum bumiputera, orang Jawa. Dia sangat akrab dengan orang-orang setempat.

“Dari pergaulannya dengan penduduk kampung Jawa, kecintaan Gan Thawn Sing dengan pertunjukan wayang kulit Jawa mulai tumbuh. Dan bersama teman-temannya, dia sering menonton wayang kulit semalam suntuk,” ungkap Dwi Woro Retno Mastuti, peneliti seni dan budaya Peranakan Tionghoa-Jawa.

Di saat teman-teman Tionghoa lainnya sibuk berniaga dan membuka sayap bisnisnya, Gan Thawn Sing justru memilih jalan lain, kesenian. Dia menaruh minat besar terhadap wayang kulit Jawa.

Tak tanggung-tanggung, Gan Thawn Sing memilih hijrah ke Yogyakarta untuk belajar seni pedalangan dan musik karawitan Jawa.

Di sana, dia bertemu banyak seniman. Selain bakat, menurut Woro Mastuti, pribadi luwes Gan Thawn Sing membuat pergaulannya tak terbatas dan membuahkan dampak positif terhadap dunia kesenimannya. Tapi juga mengantarya menjadi pemain sandiwara pada salah satu organisasi teater amatir di Yogyakarta.

Dari pengamatan, pendalaman, dan berkali-kali uji coba, Gan Thawn Sing kemudian mencoba menggabungkan teknis pertunjukan wayang kulit Jawa dengan bentuk cerita klasik Tiongkok. Lahirlah Wayang Kulit Cina-Jawa, pada tahun 1925.

Penggarapan cerita menggunakan kisah legenda klasik Tiongkok, semisal Sie Jin Kwie Ceng Tang (menyerbu ke timur) dan Ceng See (menyerbu ke barat), namun secara teknis pementasa tak banyak berubah dari pertunjukan wayang kulit Jawa.

“Gagasan membuat hidup dua tradisi berbeda dalam satu ruang sama, wayang kulit. Boleh dibilang, Wayang Kulit Cina-Jawa merupakan akhir dari pengembaraan Gan Thawn Sing di dunia seni pertunjukan,” ujar Woro Mastuti.

Dia mengubah tokoh-tokoh wayang Jawa, dengan tokoh-tokoh pada cerita Sie Jin Kwie. Beberapa di antaranya adalah Sie Jin Kwie, Gab Sah Bun, Sao Po Tong, Hwan Le Hwa, Lie Tie dan tokoh lain seperti, dewa-dewi, siluman, pendeta, raja, kasim, prajurit, dayang-dayang, dan binatang.

Ia pun turut menulis sendiri lakon wayangnya. Buku-buku lakon itu ditulis dalam bahasa dan aksara Jawa. Salah satu judul lakonnya, seperti Thing Jing Nga Ha Ping Se: Rabenipun Raja Thing Jing (Pernikahan Raja Thing Jing).

Selain bentuk pertunjukan, lanjut Woro Mastuti, akulturasi dua budaya Tinghoa-Jawa dapat pula dilihat dari bentuk atau rupa wayang, berbahan kulit kerbau merupakan pengaruh budaya Jawa, sementara kepala wayang Wacinwa bisa dibongkar-pasang merupakan pengaruh Tiongkok mengadopsi Wayang Potehi.

Gan Thawn Sing memang sempat mewariskan pengetahuan cara mendalang, maupun hal-hal teknis Wacinwa kepada empat anak didiknya; Kho Thian Siang atau kerap disapa Mbah Menang, Raden Mas Pardon atau Raden Mas Gondosuli, Mergasemu, dan Pawiro Buwang, namun justru keempat anak didiknya lebih dulu meninggal.

Dia menjadi pemain tunggal Wacinwa hingga sisa hidupnya. Pada tahun 1967, Gan Thawn Sing meninggal dunia, sebelum sempat kembali menurunkan pengetahuan mendalang Waicnwa kepada generasi muda. Tak heran bila Wacinwa hilang ditelan jaman.

Berpuluh tahun sesudah kepergian Gan Thawn Sing, usaha para peneliti dan dalang mencoba menelusuri Wacinwa menemukan hasil. Pada Oktober 2014, rekonstruksi pertunujukan Wacinwa menggunakan dua set wayang peninggalan Gan Thawn Sing berhasil dipentaskan, pada rangkaian acara Pameran Wacinwa Silang Budaya Cina-Jawa, di Yogyakarta.

Penggarapan berkelanjutan terhadap Wacinwa Gan Thawn Sing hingga kini masih terseok lantaran masih suam-suam kuku generasi muda belajar dengan sungguh-sungguh mendalanag Wacinwa. (Yudi Anugrah)

#Wacinwa
Bagikan
Ditulis Oleh

Thomas Kukuh

Berita Terkait

Bagikan