Ini Cara Menaklukan Milenials, Target Pasar yang Paling Berpotensi
Milenials cenderung memiliki brand loyalty yang rendah. (Foto Pixabay/jmexclusives)
MILENIAL menjadi generasi yang produktif di Indonesia. Generasi yang lahir pada 1981 sampai 1994/6 saat ini berusia 25 tahun sampai 40 tahun menjadi target pasar yang paling berpotensi sebagai pemain utama dalam ranah bisnis.
Milenials yang menjadi generasi pertama yang hidup beriringan dengan dunia internet tentunya memiliki pola pikir yang paling relatable dengan generasi muda yakni Z.
Baca Juga:
Tidak heran, generasi milenials ke atas cenderung mahir dalam dunia digital dan mengonsumsi internet lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Lantas, bagaimana cara menaklukan generasi ini sebagai sasaran empuk market Indonesia?
Pada survei Kompas yang berjudul Milenial Indonesia: Kami Ingin Punya Rumah mengungkapkan bahwa mereka masih suka menabung. Ada 68% dari milenials di Indonesia menyisihkan sebagian pendapatannya untuk ditabung.
Di sisi lain, mereka juga memiliki pengeluaran yang banyak untuk mendapatkan pengalaman. Sekitar 66% generasi Y (milenials) lebih suka menghabiskan uang dan waktunya untuk mendapatkan kesenangan tak benda, alias liburan. Kemudian 30% lainnya menghabiskan pengeluaran untuk keperluan fesyen, dan 25% memilih untuk hang out alias nongkrong.
Untuk bisa mempersuasi generasi ini, perlu diketahui bahwa meskipun mereka adalah target pasar yang potensial. Tapi mereka cenderung tidak memiliki loyalitas pada suatu brand jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
Kesimpulan ini juga sesuai dengan hasil penelitian Bridge.over pada 2017 yang menyatakan bahwa lebih dari 70% responden mengatakan milenials memiliki brand loyalty yang rendah. Ini bisa dilihat sebagai kesempatan. Artinya, semua brand memiliki kesempatan yang sama untuk memersuasi generasi ini dengan produk atau jasa yang ditawarkan.
Baca Juga:
Milenial pun nantinya bisa menjadi pelanggan setia jika brand selalu memuaskan mereka. Bahkan merekomendasikan brand tersebut kepada lingkungannya.
Dikutip dari majalah Marketing pada Februari 2018, dosen Universitas Prasetya Mulia Suherman Widjaja mengatakan, bahwa penting ketika memasuki dunia e-commerce adalah mengobservasi proses pembelian produk secara online oleh pelanggan. Proses ini diawali dengan keinginan atau niat membeli.
Ia mengelaborasikan tiga faktor yang menimbulkan keinginan beli, yakni nilai atau persepsi yang diperoleh dari kepercayaan, risiko yang diterima, dan valensi pengalaman.
Kepercayaan pada brand bisa diperoleh jika konsumen telah memiliki pengalaman berbelanja menggunakan website atau platform e-commerce tertentu. Sementara risiko yang mungkin timbul dari pembelian produk secara online yakni risiko waktu, finansial, dan keamanan.
Sementara, valensi pengalaman terdiri dari tiga elemen penting, yakni kemudahan mengakses layanan tanpa harus keluar rumah, kualitas website yang mudah dipahami, dan relevansi dengan kebutuhan seseorang. Konsumen juga cenderung merasa puas jika memiliki kemudahan akses memilih produk atau jasa. (SHN)
Baca Juga:
Kemudahan Milenial dapatkan Kartu Kredit Dukung Cashless Society