Gugat Ahok, FPI Tempuh Jalur Hukum


MerahPutih Hukum - Pelantikan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta kembali digugat. Kali ini gugatan ditujukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan berasal dari Organisasi Massa Front Pembela Islam (FPI). Ormas FPI meminta MK membatalkan pasal 203 ayat 1 dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Perundang-Undangan (Perppu) No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah secara langsung.
Dalam sidang perdana di Gedung MK, Rabu (17/12) FPI melalui kuasa hukumnya Fajri Apriliansyah mengatakan pengangkatan wakil bupati, walikota maupun gubernur tetap merujuk pada UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemda. Sebab, dalam Pasal 203 ayat (1) dikatakan jika terjadi kekosongan hukum maka pengangkatan berdasarkan UU Pemda nomor 32 tahun 2004. Sedangkan, dalam UU Pemda disebutkan alasan hukum pergantian yakni berdasarkan putusan pengadilan.
"Sedangkan Joko Widodo saat itu berhenti atas permintaan sendiri, bukan putusan pengadilan,” kata Fajri dalam sidang pendahuluan di gedung MK, Jakarta, Rabu (17/12).
Lebih lanjut Fajri menjelaskan penerapan pasal 203 ayat 1 bertentangan dengan pasal 18 ayat (4) UUD 1945.
"Pembelakuan Pasal 203 ayat (1) Perppu Pilkada mengesampingkan hak konstitusional pemohon (FPI) yang bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 24 ayat (5) UU Pemda," tambah Fajri menjelaskan.
Pelantikan bekas Bupati Belitung Timur tersebut juga tidak sesuai dengan pasal 173 ayat (1) dalam Perppu Pilkada langsung. Sebab dalam Perppu yang diterbitkan di era kekuasan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) dijelaskan apabila kepala daerah berhalangan tetap maka tidak serta merta jabatan kepala daerah akan diserahkan kepada wakilnya.
"Pelantikan Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta oleh Mendagri juga tak sejalan dengan Pasal 174 ayat (4) Perppu Pilkada. Sebab, sisa masa jabatan gubernur yang digantikan lebih dari 18 bulan yang seharusnya pemilihan gubernur dilakukan melalui DPRD,” tutupnya.