Gelar Festival Pathok Negoro, Ponpes Kaliopak Gelar Lampah Ratri

Widi HatmokoWidi Hatmoko - Selasa, 08 Desember 2015
Gelar Festival Pathok Negoro, Ponpes Kaliopak Gelar Lampah Ratri

Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan HB X (kelima kiri) berdialog dengan Mendagri Tjahjo Kumolo (kedua kiri), di Komplek Puro Pakualaman, Yogyakarta, Minggu (22/11). (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Ukuran:
14
Font:
Audio:

MerahPutih Budaya - Memperingati 500 Tahun Sunan Kalijaga, Pondok Pesantren Kaliopak gelar Lampah Ratri bertajuk "Memetri Pelataran Sunan Kali", besok, Rabu (9/12), dengan rute perjalanan dari Pondok Kaliopak, singgah di Masjid Wotgaleh, dan berakhir di Masjid Babadan. Prosesi lampah ratri merupakan penopang dari keseluruhan rangkaian acara Festival Pathok Negoro yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta dan dilaksanakan oleh Forum Langgar Dhuwur Yogyakarta.

Pengurus Ponpes Kaliopak, M Jadul Maula, menyampaikan, penyelenggaraan prosesi Lampah Ratri ialah untuk mengingat, mensyukuri, dan menapak jejak perjalanan dakwah Sunan Kalijaga, di dalam meletakkan dasar-dasar keislaman yang berwajah budaya, harmoni dengan alam dan berperikemanusiaan.

"Karakter itulah yang sebenarnya membentuk karakter arif dan bijaksana dari Islam Nusantara, yang bernilai tinggi di mata dunia," papar Jadul saat jumpa pers di Dinasi Kebudayan DI Yogyakarta, Yogyakarta, Selasa (8/12).

Jadul mengungkapkan, beberapa tahun ini masyarakat dibuat bingung dengan kemunculan paham Islam kontemporer yang anti tradisi, budaya, dan cenderung kepada kekerasan. Islam yang telah bersinergi dan terintegrasi dengan kebudayaan setempat menjadi terpinggirkan.

"Kondisi ini menyiratkan adanya krisis identitas yang ditengarai penting untuk ditindaklanjuti. Menjadi penting pada akhirnya untuk mengingat dan menjadikan nilai-nilai adiluhung Sunan Kalijaga sebagai orientasi masyarakat dalam membina hubungan antar umat, warga Negara dan lingkungan alam," jelasnya.

Cendekiawan dan budayawan muslim ini menjelaskan, Lampah Ratri adalah perjalanan di malam hari untuk menguatkan pikiran dan memanjatkan doa kepada Tuhan. Selama proses perjalanan, peserta akan diiringi kendi yang berisikan air dari mata air warisan Sunan Kalijaga, yakni: Mata Air Banyu Urip, Tuk Sibedug, dan Sendang Kasihan. Selain itu, peserta juga akan diiringi tembang karya Sunan Kalijaga berjudul Suluk Linglung. (fre)

 

BACA JUGA:

  1. 500 Tahun Sunan Kalijaga, Yogyakarta Gelar Festival Pathok Negoro
  2. Tradisi Merti Desa Ketitang, Ungkapan Rasa Syukur Warga Temanggung
  3. Mengenal Uniknya Tradisi Saparan Kopeng
  4. Bukan Bupati, Nyi Roro Kidul Menikah dengan Raja-Raja Jawa
#Kanjeng Sunan Kalijaga #Keraton Yogyakarta #Festival Pathok Negoro
Bagikan
Ditulis Oleh

Widi Hatmoko

Menjadi “sesuatu” itu tidak pernah ditentukan dari apa yang Kita sandang saat ini, tetapi diputuskan oleh seberapa banyak Kita berbuat untuk diri Kita dan orang-orang di sekitar Kita.

Berita Terkait

Indonesia
Indonesia Lobi Inggris Pulangkan Rampasan Manuskrip Keraton Jogja Zaman Raflles
Manuskrip dirampas Thomas Stamford Raffles yang juga Letnan Gubernur di Jawa kala peristiwa penyerbuan Keraton oleh pasukan Inggris atau dikenal Geger Sepehi (Geger Sepoy) pada 1812.
Wisnu Cipto - Senin, 25 November 2024
Indonesia Lobi Inggris Pulangkan Rampasan Manuskrip Keraton Jogja Zaman Raflles
Berita Foto
Menilik Konser Yogyakarta Royal Orchestra di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Aksi panggung Yogyakarta Royal Orchestra dalam acara Syukran Rapat Pimpinan DPD RI di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Daerah Istiewa Yogyakarta, Sabtu (23/11/2024).
Didik Setiawan - Minggu, 24 November 2024
Menilik Konser Yogyakarta Royal Orchestra di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Tradisi
Pameran 'Sumakala' Ceritakan Masa Temaram Yogyakarta Setelah Peristiwa Geger Sepehi
Pameran menggambarkan masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono III dan Sri Sultan Hamengku Buwono IV.
Hendaru Tri Hanggoro - Rabu, 19 Oktober 2022
Pameran 'Sumakala' Ceritakan Masa Temaram Yogyakarta Setelah Peristiwa Geger Sepehi
Bagikan