Dua Kali Ikut Perang Besar, Wanita Ini Bikin Kolonial Belanda Terkesan


Peter Brian Ramsay Carey Sejarawan Inggris menyoroti peran Niken Lara Yuwita (Foto: MerahPutih/Noer Ardiansjah)
MerahPutih Budaya - Kesohoran raja maupun prajurit kerajaan Jawa pada zaman dahulu, memang banyak tersiar akan kisah heroiknya yang sungguh gemilang.
Bahkan, bagi sebagian besar masyarakat Indonesia meyakini, kesaktian yang orang terdahulu punya, jauh melebihi dari keilmuan yang ada pada zaman sekarang.
Menariknya, kedigjayaan itu tidak hanya dimiliki oleh seorang pria saja. Sebagai contoh, wanita yang memiliki nama asli Niken Lara Yuwati (1735 – 1803).
Meski terdengar asing, namun wanita yang lebih populer dengan gelar Ratu Ageng Tegalrejo merupakan nenek dari seorang pahlawan dari Gua Selangor, Yogyakarta, Pangeran Diponegoro.
Wanita yang merupakan cucu dari Sultan Bima, Abdul Kahir itu memang terkenal akan pelbagai ilmu kanuragan dan juga keterampilan.
"Ratu Ageng sangat ahli menggunakan senjata patrem (keris kecil), jago memanah, dan juga terampil berkuda," jelas Peter Carey sejarawan berkebangsaan Inggris kepada merahputih.com, Senin (18/4).
Berkat keahliannya itu, tambah Peter, dalam dua kali ikut perang besar, dirinya hampir merugikan pihak kolonial Belanda yang terkenal dengan politik adu domba. "Perang pertama pada tahun 1746 - 1755 (Perjanjian Giyanti), hampir membuat bangkrut perusahaan dagang Hindia-Timur VOC (vereenigde Oostindische Compagnie).
Pada perang kedua, tahun 1825 - 1830 (Perang Jawa), di mana membuat kolonial Belanda kehilangan tentara sebanyak 15.000 orang dan kerugian material sebesar 20 juta gulden," papar Peter.
Selain itu, Niken lara Yuwati atau Ratu Ageng juga disebut sebagai pemimpin bregada (kesatuan abdi dalem) pasukan putri. Ihwal demikian, membuat Gubernur Jenderal Herman Willem Daendals takjub. "Dalam kesempatan kunjungannya ke Keraton Ngayogyakarta, Willem Daendels menyatakan kekagumannya terhadap Ratu Ageng," tambah Peter.
Seperti diketahui, selain menjadi pemimpin pasukan perang, Ratu Ageng merupakan permaisuri Sultan Hamengkubuwana I (1755-1792), yang setelah suaminya meninggal, ia menarik diri dari kehidupan Keraton Ngayogyakarta.(Ard)
BACA JUGA:
- Mengungkap Sosok Wanita Hebat di Belakang Pangeran Diponegoro
- Mengenal Sistem Hukum dan Peradilan di Kerajaan Majapahit
- Terealisasi, 296 Rumah Khas Majapahit Hidupkan Kembali Budaya Jawa
- 127 Situs Peninggalan Majapahit Ditemukan di Gunung Penanggungan
- Kisah Bung Karno dan Keris Pusaka dari Majapahit
Bagikan
Berita Terkait
Indonesia Lobi Inggris Pulangkan Rampasan Manuskrip Keraton Jogja Zaman Raflles

Menilik Konser Yogyakarta Royal Orchestra di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Pameran 'Sumakala' Ceritakan Masa Temaram Yogyakarta Setelah Peristiwa Geger Sepehi
