Dinas LH DKI Tindaklanjuti Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah Terkait Pengelolaan TPST Bantargebang


Proses pemindahan sampah di RDF Rorotan ke Bantargebang, Bekasi. (Foto: Dok. Dinas LH DKI)
MerahPutih.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta merespons langsung keputusan Menteri Lingkungan Hidup (LH) tengah memproses pidana Unit Pengelolaan Sampah Terpadu (UPST) Dinas Lingkungan Hidup DKI sebagai pengelola Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang atas dugaan sanksi administratif Paksaan Pemerintah.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto memastikan telah menindaklanjuti mayoritas sanksi administratif Paksaan Pemerintah yang dijatuhkan oleh Kementerian LH.
UPST DLH diancam dengan Pasal 114 Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (UU PPLH), yaitu tidak melaksanakan Paksaan Pemerintah.
Asep menegaskan, bahwa 32 dari 37 kewajiban Paksaan Pemerintah telah selesai dilaksanakan atau mencapai 86,48 persen. Hanya tersisa 5 poin kewajiban atau 13,52 persen lagi yang masih dalam proses penyelesaian.
Ini menandakan, lanjut Asep, UPST beritikad baik dalam melaksanakan Paksaan Pemerintah tersebut, hanya memang membutuhkan waktu dan biaya tambahan untuk menyelesaikan 5 poin tersisa sampai akhir tahun ini.
Asep mengungkapkan, TPST Bantargebang telah beroperasi sejak tahun 1989 atau sudah berusia 36 tahun. Dia mengakui bahwa TPST Bantargebang hampir mencapai kapasitas maksimum beberapa tahun yang lalu. Oleh sebab itu, lima tahun terakhir, DLH menjadikan program Optimalisasi TPST Bantargebang sebagai Kegiatan Strategis Daerah (KSD).
"Sehingga umur manfaatnya menjadi bertambah," ujar Asep.
Asep menjelaskan, Pemprov DKI berkomitmen untuk menyelesaikan masalah persampahan di Jakarta dengan sangat serius, mulai dari hulu hingga hilir dengan mengedepankan prinsip keberlanjutan.
Baca juga:
Pemprov DKI Bakal Perpanjang Kerja Sama Kelola TPST Bantargebang dengan Bekasi
Sementara itu, Kepala UPST Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Agung Pujo Winarko mengungkapkan bahwa ada 5 aspek Sanksi Administratif yang harus dipenuhi, yang terdiri dari 37 poin kewajiban yang statusnya 32 poin kewajiban sudah diselesaikan, dan 5 poin kewajiban masih dalam progres penyelesaian.
Agung menjelaskan, begitu Surat Penerapan Sanksi Administratif Berupa Paksaan Pemerintah Tanpa Disertai Denda Administratif Kepada Unit Pengelolaan Sampah Terpadu (UPST) Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta di Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat terbit, pihaknya langsung beritikad baik dengan menerbitkan Surat Pernyataan Komitmen Pemenuhan Sanksi Administratif dengan Nomor : 1939/LH.10.02 yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LH Kementerian Lingkungan Hidup.
"Upaya perbaikan dan pelaksanaan perintah Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah langsung kami laksanakan di lapangan," ujar Agung.
Dari seluruh sanksi hampir semuanya sudah diselesaikan. Tersisa lima poin kewajiban lagi yang masih dalam progres penyelesaian. Agung menjabarkan, lima poin kewajiban tersebut terdiri atas 3 aspek yang masih dalam proses penyelesaian, antara lain Adendum Persetujuan Lingkungan, Penyempurnaan Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air, serta Penyempurnaan Dokumen Pengelolaan Limbah B3.
Baca juga:
UPST DLH, ungkap Agung, sudah melaporkan melalui Surat Laporan Tindak Lanjut Pemenuhan Sanksi Administratif pada tanggal 11 dan 19 Februari 2025. Surat tersebut ditanggapi oleh KLH dengan Surat Tindak Lanjut Laporan Pelaksanaan Sanksi Administratif Unit Pengelolaan Sampah Terpadu (UPST) Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 24 Maret 2025 yang menyatakan sebagian besar Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah sudah dipenuhi, hanya tersisa 9 kewajiban yang masih dalam tahap proses penyelesaian.
Kemudian KLH melakukan pengawasan ketaatan pelaksanaan sanksi administratif UPST DLH pada tanggal 9 Mei 2025 dimana hasilnya masih menyisakan 5 (lima) sanksi dalam proses penyelesaian pelaksanaan. Penyelesaian kelimanya dibutuhkannya jangka waktu tambahan dan biaya yang perlu dianggarkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, lanjut Agung, Kadis LH sudah meminta perpanjangan waktu dengan bersurat kepada Deputi Bidang Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup cq. Direktur Sanksi Administrasi LH, Direktorat Pengaduan, Pengawasan LH, Deputi Penegakan Hukum LH pada tanggal 14 Mei 2025.
"Perpanjangan waktu kami butuhkan untuk penyelesaian dokumen dan penyempurnaan infrastruktur terkait pengelolaan mutu air, termasuk proses pengajuan anggaran untuk menyelesaikan hal tersebut," pungkasnya. (Asp)
Bagikan
Asropih
Berita Terkait
Dinas LH DKI Ingatkan Pelaku Usaha Wajib Kantongi Persetujuan Lingkungan

Pramono Tegaskan Lokasi Baru Pedagang Pasar Burung Barito Tempat Berhenti Banyak Orang

KJP Plus tak Bisa Dicairkan Tiap Bulan, Pramono Ungkap Alasannya

Lahan Terbatas, Hunian Vertikal Kini Berubah Jadi Kebutuhan Mendesak di Jakarta

Pramono Heran Ada Isu Kenaikan Tarif Parkir di Jakarta, Tegaskan Hanya Bahas Pembayaran Non-tunai

Dukung Program Prabowo, Pemprov DKI Gratiskan BPHTB & PBG demi Wujudkan 3 Juta Rumah

KJP Tahap II Cair, 700 Ribu Lebih Penerima di Jakarta Dapat Bantuan

Hunian Vertikal Dianggap Bisa Jadi Solusi atas Keterbatasan Lahan di Jakarta

PSI Jakarta Soroti Rencana Pramono Bangun 19.800 Hunian Baru, Minta Perbaiki Masalah Lainnya

Pemprov DKI Wajib Hadir Terkait Tanggul Beton di Perairan Cilincing, Pengamat: Jangan Sampai Nelayan Dirugikan
