Digital Diplomatik, Gaya Diplomasi Millennial

Dwi AstariniDwi Astarini - Sabtu, 08 September 2018
Digital Diplomatik, Gaya Diplomasi Millennial

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

GENERASI millennial menjadi pembahasan di mana-mana. Generasi millennial merupakan golongan masyarakat yang lahir berkisar tahun 1980 hingga 1996 (pada 2018, usia mereka antara 22 dan 37 tahun). Generasi millennial lahir dan berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informatika. Hal tersebut membuat generasi ini akrab dengan teknologi. Menteri Pariwisata Indonesia Arief Yahya menyebut anak muda masa kini sebagai digital native.

Generasi muda yang mengalami kehidupan kanak-kanak ketika bom World Trade Centre (WTC) memiliki keunikan sendiri. Mereka sulit ditaklukkan. Namun bukan berarti generasi muda bersikap apatis dan tak bisa diajak bekerja sama. Melalui pendekatan khusus, tokoh-tokoh negeri ini mampu menggerakkan nasionalisme mereka. Salah satu pendekatannya ialah melalui pendekatan digital.

Arief Yahya mengaku menjangkau anak muda melalui media sosial. Ia meminta anak-anak muda untuk mempromosikan daerah pariwisata di media sosial. Untuk daerah pariwisata dengan pemandangan yang cantik, Arief menggunakan istilah destinasi yang Instagramable. Instagram merupakan platform media sosial terbesar di Indonesia saat ini. Jumlah penggunanya mencapai 45 juta orang. Hasilnya? Banyak generasi muda yang dengan senang hati menjadi duta pariwisata untuk daerah mereka. “Anak muda dengan senang hati berpartisipasi untuk meningkatkan pariwisata lewat media sosial karena itu merupakan dunia mereka,” ucapnya kala ditemui di Kuningan, Jakarta Selatan.

Menlu Retno mendekati generasi millennial lewat platform media sosial. (foto: MP/Iftinavia Pradinantia)

Pendekatan melalui media sosial rupanya tak hanya dilakukan oleh Menteri Pariwisata. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pun melakukan hal serupa. Ia menilai generasi millennial dan generasi sebelumnya hidup di dunia berbeda. Perkembangan teknologi yang muncul di saat ini membuat generasi muda sudah lari kencang. Hal tersebut membuat komunikasi antara generasi muda dan pendahulunya tak berjalan lancar. “Kita menggunakan cara berbeda dan yang bisa menyambungkan kita ialah teknologi digital,” tuturnya kala dijumpai di acara talkshow We The Youth: Kerja (Sama) Indonesia.

Menurutnya, penyampaian kabar dalam skala global jauh lebih efisien dan efektif dengan pendekatan anak muda, yakni media sosial. Ia mencontohkan perbedaan zaman dahulu dan saat ini. “Dulu, untuk bisa menyatakan posisi Indonesia terhadap suatu konflik membutuhkan waktu harian. Kalau sekarang, dalam hitungan menit bisa melihat di Twitter Kemenlu atau di Twitter saya,” ujar Retno. Dengan menyiarkan kabar terbaru di media sosial, masyarakat, khususnya generasi muda, bisa mengetahui informasi terbaru tentang negaranya.

Di era kepemimpinannya sebagai menteri luar negeri, muncul istilah baru yakni digital diplomasi. Tak harus mengenyam pendidikan hubungan internasional atau berprofesi sebagai diplomat, kita bisa turut aktif dalam digital diplomasi. Caranya ialah dengan selalu mengikuti kabar Indonesia di Twitter resmi Kementerian Luar Negeri, yakni @Menlu_RI. Di akun tersebut, Retno tak hanya membagikan informasi seputar kerja sama bilateral antara Indonesia dan negara lain, tetapi juga menyemangati generasi muda. "Millennial ASEAN juga harus berpartisipasi dalam menciptakan harmoni dan toleransi,” demikian ujarnya di akun Twitter @Menlu_RI.

Berbagai isu internasional juga diunggah di laman resmi Kementerian Luar Negeri. Supaya generasi muda tertarik untuk menyimak berbagai informasi yang ada di laman resmi, Kementerian Luar Negeri menggunakan infografis menarik. Pendekatan itu mampu menggugah nasionalisme generasi muda dan mengajak mereka untuk memberi kontribusi nyata bagi Indonesia.

Selain mengikuti perkembangan Indonesia di kancah internasional melalui sosial media, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mewujudkan digital diplomasi ialah dengan menuliskan hal-hal baik tentang Indonesia di media sosial. “Cari tahu berbagai hal positif tentang Indonesia lalu sebarkan menggunakan tagar,” imbau Retno.

Sepaham dengan Retno, artis sekaligus wakil Indonesia di Forum PBB, Tasya Kamila juga mengatakan bahwa sosial media bisa digunakan untuk membagikan informasi positif. “Sebagai generasi muda, kita harus bisa berpikir kritis dalam artian positif. Jangan hanya mengeluh,” tukasnya. Dengan begitu, digital diplomatik masyarakat internasional akan mengenal Indonesia dan citra Indonesia di mata internasional pun menjadi jauh lebih baik.(Avi)

Bagikan
Ditulis Oleh

Iftinavia Pradinantia

I am the master of my fate and the captain of my soul
Bagikan