Detik-Detik Pengangkatan Jenazah Perwira Angkatan Darat Korban G30S


Mayjen Soeharto memimpin pengangkatan jenazah korban G30S di Lubang Buaya.
AGEN Polisi Tingkat II Sukitman, seorang saksi mata berhasil selamat dari penangkapan komplotan G30S, bercerita mengenai lokasi sumur tua tempat para perwira Angkatan Darat dibunuh dan dikubur.
Dia menunjuk desa Lubang Buaya, daerah Pondok Gede, saat tahun 1965 masih masuk wilayah Bekasi. Informasi Sukitman langsung direspon RPKAD.
“Tong, di situ tempat latihan pemuda rakyat dan ormas PKI lainnya. Di situ kamu periksa semua. Kalau mereka dibunuh, juga di sekitar tempat itulah adanya,” ujar Feisal Tanjung, atasan Letnan Dua Sintong Panjaitan.
3 Oktober 1965, Feisal Tanjung mengirim tiga peleton RPKAD. Sintong menjadi komando Peleton 1. Berpegang pada informasi Sukitman mengenai lokasi sumur tua telah ditutupi sampah, anggota regu pimpinan Sintong lantas menyisir lokasi. Mereka mendapat informasi warga sekitar tentang keberadaan satu lubang, baru saja ditimbun dan tertutup sampah serta ditanami pohon pisang.
“Jangan-jangan para korban itu ada di sana”, batin Sintong. “Coba gali itu”, perintahnya, tulis Hendro Subroto dalam biografi Sintong panjaitan berjudul Perjalanan Seorang Prajurut Para Komando.
Lokasi bertanda pohon pisang dengan timbunan sampah pun digali. Di kedalaman dua meter, muncul potongan-potongan kain warna merah, hijau, dan kuning.
Seorang warga sekitar menawarkan bantuan tenaga seorang penggali kubur untuk melanjutkan penggalian. Sintong menerima tawaran itu, karena pasukannya nampak kepayahan setelah menggali empat meter.
Saat kedalaman delapan meter, mulai muncul bau anyir mayat. Dari dalam lubang, seorang penduduk berteriak minta ditaikan lantaran tak kuat bau busuk. Seorang RPKAD kemudian masuk menggantikan melihat sebuah kaki mencuat.
Sintong mengirim kabar melalui radio ke pimpinannya. Akhirnya pukul 22.00, Soeharto memerintahkan Sintong untuk menghentikan penggalian karena dirinya akan datang langsung keesokan harinya.
Sintong berpikir untuk menyiasati bau, pasukan hendak turun ke lubang harus memakai tabung oksigen. Dia pun meminjam peralatan selam dari Korps Komando AL.
Pukul 03.00, Winanto, Komandan Kompi Para Amphibi, bersama 8 penyelam dan dua dokter, Kho Tjio Ling dan Sumarno tiba di Lubang Buaya. Semula mereka dilarang masuk oleh Sintong, sebab semua akan diselesaikan oleh RPKAD.
Dalam perkembangannya, tak ada satu pun anggota RPKAD sanggup menahan bau sembari menggendong tabung oksigen. Sintong pun mengijinkan KKO masuk lokasi.
Pukul 10.00, Soeharto beserta rombongannya seperti Mayjend Sugandhi (Puspen Hankam), dan Ibnu Subroto (Puspen AD) datang ke lokasi penggalian.
Berikut detik pengangkatan, nama anggota pengangkat, dan jenazah;
12.05. Kopral Anang, anggota RPKAD, mengangkat jenazah Lettu CZi Pierre Andreas Tendean, ajudan Nasution.
12.30. Kopral Subekti, dari KKO, mengikat tali kepada jenazah dan mengangkat dua sekaligus yaitu, Mayjend S. Parman dan mayjend Suprapto.
12.55. Kopral Hartono, dari KKO, mengikat tali dua jenazah dan jenazah terangkat Mayjend M.T Haryono dan Brigjend Sutoyo.
13.30. Serma Suparimin, dari KKO, mengikat satu jenazah Letjend Ahmad Yani.
Selewat siang tengah hari, semua penyelam dari KKO maupun RPKAD sudah kehabisan tenaga bahkan beberapa anggota keracunan bau mayat. Maka Kapten Winanto, Komandan Kompi Intai Amphibi, turun langsung dan dapat mengangkat jenazah terakhir, berada di dasar sumur, Brigjend DI Pandjaitan.
Keenam jenazah itu pun dibaringkan dalam peti dari Rumah Sakit Pusat AD.(*) Achmad Sentot