Dari Baby Blues sampai Depresi, Beratnya Jadi Ibu


Ilustrasi. (Foto:pixabay)
TAK ada jalan pintas menjadi ibu. Setiap ibu punya medan 'perangnya' sendiri.
Setelah melahirkan anak, perubahan hidup seorang perempuan memang amat drastis. Dari bentuk tubuh yang berubah, hingga perubahan emosional. Perubahan itu tak jarang membuat para ibu mengalami baby blues.
Apa sih baby blues?
Dr Ariel Dalfen, MD dalam bukunya, When Baby Brings The Blues, menyebut fenomena baby blues syndrome merupakan hal yang umum dialami 50%-80% ibu yang baru melahirkan.
Meskipun bukan penyakit, baby blues syndrome punya dampak jangka panjang yang enggak sedikit. Perubahan hormonal drastis setelah melahirkan, yaitu hormon estrogen dan progesteron yang menurun sehingga memengaruhi mood merupakan salah satu penyebab baby blues.
Selain itu, kelelahan setelah melahirkan dan menyusui juga andil membuat ibu mengalami baby blues. Faktor eksternal juga berperan, seperti kurangnya dukungan suami, keluarga maupun lingkungan sekitar.
Penetapan standar yang terlalu tinggi dalam merawat bayi juga kebiasaan membandingkan bayi satu dan yang lainnya menambah tekanan mental bagi ibu. Hal itu memperparah baby blues yang dialami.
Jika sudah demikian, seorang ibu akan menunjukkan gejala baby blues, seperti mudah tersinggung setiap waktu, moody sepanjang waktu, sering bereaksi berlebihan pada hampir semua hal, dan merasa rapuh serta tidak berdaya.
Dalam masa dua minggu setelah bayi lahir, ibu yang mengalami baby blues akan merasa cemas dan mudah menangis. Tak jarang para ibu merasa stres hingga sulit berkonsentrasi.
Seperti gangguan mental lainnya, baby blues yang tidak ditangani dengan baik akan menuju pada depresi hingga psikosis. Selain harus berjuang seorang diri dalam berdamai dengan perubahan, seorang ibu butuh banyak sekali dukungan untuk melewati masa baby blues. Jika berhasil melewatinya, ibu dan anak pun bisa tumbuh sehat dan bahagia.(*)