Dalam Bahasa Kita Bersatu


Ilustrasi. (Foto:pixabay)
OKTOBER menjadi bulan yang spesial bagi bahasa Indonesia. Bagaimana tidak, di bulan peringatan peristiwa Sumpah Pemuda ini, bahasa Indonesia mendapat perhatian penuh.
Dari tiga ikrar yang dikumdangkan pada Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928, poin kebahasaan menjadi hal penting sebagai alat pemersatu. Pemuda di masa itu paham bahwa untuk menjadi bangsa yang bersatu melawan penjajahan, bangsa Indonesia harus punya satu identitas yang sama.
Hal itulah yang diwujudkan secara cerdas dan cermat oleh pemuda di masa itu. Sebagai hasil, muncullah tiga identitas pemersatu bangsa Indonesia, yaitu tanah air yang satu, bangsa yang satu, dan bahasa yang satu.
Bertanah air satu bermakna bahwa setiap pemuda yang ada di seluruh Indonesia, dari Sabang hingga Merauke, dari suku Ambon hingga Jawa, punya rumah yang sama, yaitu Indonesia.
Berbangsa satu memberi arti bahwa pemuda, meskipun berasal dari berbagai suku, ras, dan agama punya satu identitas yang sama, yakni sebagai sebuah bangsa yang bernama Indonesia.
Sementara itu, dalam hal kebahasaan, pemuda memandang bahwa adanya bahasa yang satu dapat menjadi jembatan dalam mengeliminasi perbedaan antarsuku yang berbeda bahasa. Tentu banyak yang bertanya, mengapa bahasa sedemikian penting untuk diseragamkan?
Bangsa Belanda yang menjajah Indonesia pada dasarnya tidak menggunakan agresi militer untuk mencaplok wilayah Tanah Air. Mereka menggunakan taktik kebudayaan untuk secara perlahan 'melemahkan' Indonesia. Pramoedya dalam bukunya Panggil Aku Kartini menggambarkan bagaimana pada masa itu feodalisme menjadi 'pintu masuk' bagi VOC untuk berkuasa, kemudian mengeruk kekayaan Indonesia.
Feodalisme itu dimanfaatkan sedemikian rupa dengan membuat pembeda yang makin jelas antara kaum priyayi dan rakyat jelata. Belanda 'memelihara' kaum priyayi. Di lain hal, mereka juga memanfaatkan kaum priyayi untuk 'menekan' kaum jelata.
Tak hanya dalam hal ekonomi. Pembedaan yang nyata dibuat dengan mengotak-kotakkan bahasa yang digunakan kedua kelas sosial tersebut. Rakyat jelata tidak boleh belajar bahasa Melayu apalagi bahasa Belanda. Mereka hanya diperkenankan menggunakan bahasa Melayu pasaran. Itu merupakan bahasa dalam kasta terendah. Hanya kaum priyayi dalam jumlah terbatas yang boleh belajar bahasa Belanda.
Akibatnya, bangsa Indonesia tidak bisa memperluas wawasan mereka. Hal itu disebabkan keterbatasan mereka dalam penguasaan bahasa. Di zaman itu, umumnya ilmu pengetahuan dan pelajaran disampaikan lewat bahasa Belanda. Selain keterbelakangan, bangsa Indonesia pun menjadi terpecah-pecah ke dalam kelompok-kelompok kebahasaan yang berbeda-beda. Tanpa mereka sadari, perpecahan itu menimbulkan rasa saling tak peduli, bahkan kebencian.
Bahasa Indonesia merupakan sebuah varian bahasa Melayu yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara sejak awal abad-abad penanggalan modern. Penamaan bahasa Indonesia digemakan lewat Sumpah Pemuda guna menghindari 'imperialisme bahasa'. Nyatany, bahasa Indonesia memang berbeda dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun semenanjung Malaya.
Penyebutan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan jelas sekali menegaskan bahwa bahasa Indonesia menjadi identitas satu bagi penuturnya. Dengan kata lain, penggunaan bahasa Indonesia memberikan perasaan memiliki dan menjadi kesatuan sebagai bangsa Indonesia.
Untuk itulah bahasa Indonesia dibuat seegaliter mungkin agar tidak menciptakan perpecahan. Kosakata berkonotasi negatif sebisa mungkin dihilangkan. Kata yang merendahkan suku bangsa tertentu dihaluskan. Bahkan tak jarang lema tertentu ditinggalkan agar persatuan tetap terjaga.
Presiden Yudhoyono menetapkan penggunaan kata Tionghoa untuk warga keturunan Tiongkok. Hal itu guna menghindari penyebutan Cina yang terkesan merendahkan. Lebih jauh, Presiden BJ Habibe mengeluarkan inpres untuk meghentikan penggunaan istilah 'pribumi' dan 'nonpribumi'.
Jadi ketika ada pemimpin yang menggunakan istilah yang tidak egaliter dan cenderung membagi dalam golongan-golongan, bisa dikatakan ia lupa bahwa Indonesia sudah mengalami Sumpah Pemuda.(*)