Cacing Tembiluk, Sajian Ekstrem Suku Dayak


Cacing tembiluk khas Kalbar. (foto: Instagram @infogrambali)
MERAHPUTIH.COM - CACING mungkin bukan yang teratas dalam bucket list makanan yang ingin kamu coba. Namun, jika berkunjung ke Kalimantan Barat, sajian ekstrem cacing tembiluk bisa jadi salah satu yang cukup menarik sekaligus menantang untuk dicicip.
Kalimantan Barat dikenal dengan khasanah kuliner eksotis. Semua itu tentu tak lepas dari kekayaan sumber daya alam yang tersedia di sekitar lingkungan masyarakatnya. Di provinsi yang dilewati jalur Khatulistiwa, masyarakat lokal suku Dayak biasa mengonsumsi cacing kayu yang akrab disebut cacing tembiluk.
Bagi kamu yang baru tahu, sajian cacing tembiluk amat mungkin bikin kamu geli sekaligus jijik. Namun, di Kalbar, kebiasaan mengkonsumsi cacing tembiluk ini sudah dilakukan sejak dahulu, dan diterapkan secara turun temurun oleh masyarakat dayak. Mengingat masyarakat adat di Indonesia punya kecenderungan untuk berburu.
Cacing tembiluk biasa hidup di perairan payau Indo Pasifik Barat. Cacing ini sering ditemukan di dalam batang kayu yang membusuk di muara sungai. Cacing dengan nama ilmiah Bactronophorus thoracites itu termasuk kelompok moluska. Itulah yang membuatnya terasa lunak. Tak ada kerangka tulang belakang. Cacing ini masih eksis hingga kini sebagai kuliner masyarakat Dayak karena jumlahnya yang berlimpah dan mudah ditemukan di Kalimantan.
Baca juga:
Pesut Mahakam, Mamalia yang Hampir Punah asal Kalimantan Timur
Tak hanya soal sumber dayanya yang berlimpah, kegemaran masyarakat Dayak mengkonsumsi cacing tembiluk ini disebabkan rasanya yang ringan, enak, dan kaya manfaat.
Cacing tembiluk diklaim punya tekstur yang lembut, rasanya manis dan hambar cenderung seperti kayu. Rasa tersebut terjadi tergantung dari mana sumber cacing Tembiluk ditemukan.
Seperti dilansir National Conference on The Humanities and Social Sciences, tembiluk punya nilai gizi berupa karbohidrat 55,75 persen, lemak 3,90 persen, kadar air 13,58 persen, protein 10,60 persen, dan kandungan abu 16,17 persen.
Makanya, selain dijadikan menghilang lapar, cacing tembiluk diyakini sebagai obat-obatan. Hewan menggeliat ini bahkan dijuluki sebagai pil komoro yang berguna merangsang produksi ASI. Sajian ini juga dipercaya meredakan nyeri pinggang, rematik, malaria, batuk, dan flu. Kemudian meningkatkan kejantan laki-laki, serta mendorong nafsu makan.
Saat mencari cacing tembiluk ini, masyarakat Dayak hanya mengandalkan parang untuk membelah kayu yang tumbang atau kayu yang mengapung di pinggir sungai. Ketika dibelah, kayu-kayu lapuk tersebut memiliki rongga yang didalamnya menjadi tempat cacing tembiluk bersembunyi. Masyarakat Dayak hanya tinggal mencabut cacing-cacing tembiluk dari tempat persembunyian. Mereka kemudian mengutipnya dan mengolahnya atau langsung mengonsumsinya begitu saja.
Masyarakat Dayak biasa mengolah tembiluk ini cukup beragam, tapi kecenderungannya masyarakat Dayak lebih menyukai cacing tembiluk dikonsumsi segar tanpa proses pengukusan, penggoreng atau rebus.
Cacing tembiluk hanya tinggal dibilas sebelum dicuci, kemudian ditambahkan garam dan beberapa potong jeruk nipis untuk menambah sensasi segar.(tka)
Baca juga: