BMKG Singgung Terjadinya Ancaman Krisis di Masa Depan


Ilustrasi kekeringan (ANTARA/Ali Khumaini/dok).
MerahPutih.com - Suhu yang panas belakangan ini membuat Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati angkat suara.
Dwikorita mengungkapkan kondisi bumi kini akibat perubahan iklim cukup mengkhawatirkan.
Baca Juga:
BMKG Prediksi Cuaca Jakarta Cerah Berawan pada Jumat (13/10) Pagi
Tidak hanya bencana yang secara intensitas dan durasi semakin bertambah, namun juga krisis air yang juga berimbas pada berbagai sektor kehidupan.
Salah satunya yang terdampak adalah sektor pertanian dimana Food and Agriculture Organization (FAO) memprediksi dunia akan mengalami ancaman krisis pangan pada tahun 2050 mendatang.
Dia mencontohkan, belum lama ini, India menolak rencana impor beras dari Indonesia karena tengah mengetatkan kebijakan ekspor guna memenuhi kebutuhan domestiknya.
Situasi ini menggambarkan bahwa negara lain juga berupaya mengamankan stok pangan mereka.
" Kondisi cuaca dan iklim yang tidak menentu membuat banyak negara yang juga mengalami situasi sulit," ujarnya dalam keterangan pers yang dikutip di Jakarta, Selasa (17/10).
Dwikorita menerangkan, BMKG mencatat secara keseluruhan, tahun 2016 merupakan tahun terpanas di Indonesia dengan nilai anomali sebesar 0.8 °C relatif terhadap periode klimatologi 1981 hingga 2020.
Tahun 2020 sendiri menempati urutan kedua tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0.7 °C, dengan tahun 2019 berada di peringkat ketiga dengan nilai anomali sebesar 0.6 °C.
Sementara itu, lanjut Dwikorita, World Meteorolgical Organization (WMO) mencatat bahwa tahun 2023 menjadi tahun dengan pernuh rekor temperatur.
Diantaranya adalah sepanjang Juni-Agustus menjadi tiga bulan terpanas sepanjang sejarah serta gelombang panas (heatwave) terjadi di banyak tempat secara bersamaan.
"Perubahan iklim memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air yang sudah semakin langka dan menghasilkan apa yang dikenal sebagai water hotspot," imbuhnya.
Dampak perubahan iklim, tambah Dwikorita sudah sangat terasa di Indonesia.
Baca Juga:
Namun, banyak dari masyarakat Indonesia yang tidak memahami dan mengerti bahwa cuaca ekstrem yang kerap terjadi, kejadian iklim maupun kenaikan suhu udara merupakan dampak perubahan iklim.
"Kondisi ini membutuhkan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim untuk mengurangi dampak bencana hidrometeorologi dan menurunkan emisi gas rumah kaca," ungkap dia.
Dwikorita menyebutkan, guna memitigasi ancaman krisis pangan BMKG terus melakukan literasi iklim melalui Sekolah Lapang Iklim.
Sasarannya adalah petani Indonesia, dimana mereka diajarkan dan dilatih keterampilannya untuk terampil dalam memahami bagaimana strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di lingkungan wilayahnya. Ini guna memperkuat ketahanan pangan Indonesia.
"Generasi muda harus terlibat dalam berbagai aksi mitigasi dan perubahan iklim termasuk mencegah laju perubahan iklim itu sendiri untuk menjaga keberlanjutan alam dan menciptakan masa depan yang lebih baik," pungkasnya. (Knu)
Baca Juga:
BMKG Prakirakan Sebagian Besar Wilayah Indonesia Cerah Berawan
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Bali Berpotensi Dilanda Cuaca Ekstrem Hingga 21 September 2025, BBMKG Ungkap Penyebabnya

Prakiraan Cuaca Jakarta, 16 September 2025: Mayoritas Wilayah Bakal Diguyur Hujan Disertai Petir pada Malam Hari

Mayoritas Wilayah Indonesia Bakal Diguyur Hujan Ringan Hingga Sedang pada Senin (15/9)

Mayoritas Wilayah Indonesia Berawan Tebal dan Hujan pada Minggu (14/9)

Cuaca Jakarta 14 September 2025: Seluruh Wilayah Diprediksi Berawan, Ini Imbauan dari BMKG

Gejala Alam di Samudra Hindia Sebabkan Jakarta dan Sekitarnya Alami Cuaca Ekstrem Sepekan Mendatang

Mayoritas Wilayah Indonesia Berawan dan Hujan pada Sabtu (13/9)

BMKG Beri Peringatan Cuaca Ekstrem, Daerah Harus Respons Peringatan Dini

Puncak Musim Hujan Datang Secara Bergelombang, BMKG Peringatkan Potensi Banjir dan Longsor di Berbagai Wilayah

Prakiraan BMKG: Hujan Guyur Sejumlah Kota Besar di Indonesia pada Jumat, 12 September
