Barang Konsumsi Masyarakat Atas Diusulkan Dikenakan Pajak Lebih Tinggi
Produk UMKM.(Foto: Antara)
MerahPutih.com - Wacana penyesuaian penarikan pajak terus bergulir. Salah satu opsinya adalah penerapan skema multitarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diyakini pengenaan pajak terhadap barang-barang tertentu menjadi lebih murah.
"Kita ingin memberikan fasilitas yang tepat sasaran, kita ingin justru memberikan dukungan bagi akses publik terhadap barang barang yang dibutuhkan. Yang selama ini mungkin dikenai pajak 10 persen, nanti bisa dikenai 7 persen atau 5 persen,” kata Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo di Jakarta, Kamis (4/6).
Baca Juga:
PKS Tegaskan Reformasi Perpajakan Harus Menjunjung Prinsip Keadilan
Yustinus menyampaikan, tidak tepat menyimpulkan bahwa pemerintah akan menaikkan atau menurunkan tarif PPN. Tetapi, adalah mengurangi penyimpangan atau distorsi. Paling tidak, melalui skema multitarif barang-barang yang tidak dibutuhkan masyarakat atau hanya dikonsumsi masyarakat kelompok atas akan dikenakan pajak yang lebih tinggi.
"Itu sekarang sedang dirancang, jadi lebih kepada sistem PPN kita lebih efektif dan juga kompetitif menciptakan keadilan dan juga berdampak baik kepada perekonomian," ujarnya dikutip Antara.
Ia menyampaikan, momentum pandemi COVID-19 yang tidak memungkinkan untuk mendorong maupun mengejar penerimaan pajak secara agresif, menjadi saat yang tepat bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan mengenai tarif PPN. Pemerintah pun, lanjutnya, tak akan terburu-buru menerapkan kebijakan tersebut.
"Kita buat kan payung kebijakan yang mungkin penerapannya bisa satu atau dua tahun lagi tapi kita siapkan sekarang saat kita punya kesempatan,” jelas Yustinus.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan wacana kenaikan tarif PPN untuk menggenjot pendapatan negara. Menkeu Sri Mulyani menyiapkan tiga opsi, yakni kenaikan tarif PPN, memperluas basis pajak digital, dan pengenaan cukai pada kantong plastik.
Dua opsi skema kenaikan pajak yang disiapkan Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu adalah single tarif dan multitarif. Jika menggunakan skema single tarif, pemerintah perlu membentuk PP karena UU Pajak saat ini menggunakan sistem yang sama.
"Namun, jika menggunakan skema multitarif, maka UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM perlu direvisi," ujarnya.
Baca Juga:
Penerimaan Pajak Masih Seret
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Hasil Super League 2025/2026: Persib Beri Kekalahan Kedua untuk Borneo FC, Berpeluang Geser Persija di Papan Atas
Timnas Filipina U-23 Gebuk Myanmar 2-0, Sinyal Bahaya untuk Indonesia
Idam-idamkan Medali Emas, Timnas Thailand U-23 Langsung Ngegas, Gilas Timor Leste 6-1
Marselino Ferdinan Tidak Jadi Perkuat Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025 karena Cedera Hamstring, Diganti Rifqi Ray Farandi
Tanggapi Ancaman Dibekukan Menkeu, Dirjen Bea Cukai: Bentuk Koreksi
Diancam Dirumahkan Menkeu, Dirjen Bea Cukai Akui Image Lembaganya Sarang Pungli
Dana Rp 1 Triliun Tersalur Tepat Waktu, Bank Jakarta Siap Perluas Pembiayaan
Gempa Magnitudo 5,0 Guncang Nias Selatan, Dipicu Aktivitas Subduksi Lempeng
Hadapi Gangguan Cuaca Kemenkeu Yakinkan Harga Pangan Terkendali Saat Nataru
Rusia Kirim Pesan Duka Cita Atas Banjir Sumatra, Putin: Kami Bersama Rakyat Indonesia