AR Baswedan, Ras Arab, dan Tanah Air Indonesia


Kedua dari kiri, AR Baswedan dan Agus Salim. (Foto/fuadnasa)
RUNTUHNYA Dinasti Abbasiah pada Abad ke-12 seolah menciptakan tradisi baru bagi masyarakat arab. Suku Arab yang tersisa di Bagdad lebih memilih berpergian jauh ke berbagai daerah di bumi demi memperbaiki ekonomi sembari menyiarkan ajaran Islam. Indonesia menjadi tempat favorit kala itu.
"Keberadaan Islam di Nusantara sudah terdeteksi sekiranya abad ke-13. Hal ini merujuk kepada penemuan-penemuan manuskrip yang ditulis pada abad ke-15. Cerita yang disajikan dalam manuskrip tersebut adalah proses Islamisasi di kerajaan Pasai oleh Ras Arab," kata Ahli Filologi, Prof. Oman Fathurahman kepada merahputih.com.

Seiring berjalannya waktu, Ras Arab di Nusantara berkembang biak. Pada awal Abad ke-20, demi mempertahankan tradisi dan sukunya, Ras Arab membentuk sebuah organisasi dengan nama Jamiat Khair. Namun sayang, karena perbedaan paham organisasi ini tak bertahan lama.
"Arab terbagi menjadi dua golongan, yaitu sayid dan non-sayid. Kedua golongan ini kemudian mengorganisasikan diri menjadi Ar Rabitah (sayid) dan Al Irsyad (non-sayid)," seperti ditulis Suratmin dan Didi Kwartanada dalam 'AR Baswedan: Membangun Bangsa, Merajut Keindonesiaan'.
Al Irsyad didirikan pada 1915 yang memperjuangkan bahwa non-sayid sama derajatnya dengan sayid. Sedangkan Ar Rabitah Al Alawiyah didirikan pada 28 Desember 1928 yang bertujuan untuk mempertahankan garis keturunan sayid. Suasana suku Arab di Nusantara semakin tak jelas.
Golongan Arab asli atau totok merupakan lahir dan besar di negeri Arab biasanya dari Hadramaut, dibedakan golongannya dengan kaum keturunan Arab atau peranakan. Kaum Arab totok membawa kemurnian Arab seperti sifat kearaban serta budaya aslinya. Lain hal dengan Arab peranakan yang banyak mengadopsi budaya Indonesia.
Di tengah suasana keruh tersebut muncullah tokoh pemersatu Ras Arab dari golongan Peranakan, Abdurrahman Baswedan namanya atau yang dikenal AR Baswedan. Jalan yang ditempuh AR Baswedan untuk mempersatukan Ras Arab agar cinta tanah air Indonesia terjal.
Namun dengan ketabahannya, Kakek dari Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan ini bisa menyelesaikan kekusutan yang terjadi di tubuh organisasi ras Arab. Misalnya, pelajaran dari Kongres Pemuda II yang melahirkan jati diri Indonesia.
"Menurut AR Baswedan, sebenarnya kaum Arab peranakan sendiri belum yakin perihal Indonesia sebagai tanah air. Namun, lewat Kongres Pemuda II, AR Baswedan bisa menjawab pertanyaan itu," katanya.
Ketabahan AR dalam mempersatukan rasnya untuk mendukung kemerdekaan Indonesia membuahkan hasil. Pada 1 Agustus 1934, harian Matahari Semarang memuat tulisan Baswedan tentang orang-orang Arab. Dalam artikel itu terpampan foto Baswedan mengenakan blangkon, dan menyerukan pada orang-orang keturunan Arab agar bersatu membantu perjuangan Indonesia.

Bulat suara, Peranakan Arab pun ikut bersumpah pemuda dalam tubuh organisasinya. Berikut ketiga butir 'Sumpah Pemuda keturunan Arab' yang dikutip dari 'AR Baswedan: Membangun Bangsa, merajut Keindonesiaan'
- Pertama, Tanah air peranakan Arab adalah Indonesia;
- Kedua, peranakan Arab harus meninggalkan kehidupan menyendiri (mengisolasi diri);
- Ketiga, Peranakan Arab memenuhi kewajibannya terhadap tanah air dan bangsa Indonesia.