Biak Ditawarkan sebagai Lokasi Peluncuran Pesawat Luar Angkasa Space X
Minggu, 25 April 2021 -
PEMERINTAH Indonesia telah menawarkan salah satu pulau di Papua Barat sebagai lokasi potensial peluncuran pesawat luar angkasa untuk proyek Space X ambisius milik Elon Musk. Proyek itu bertujuan untuk menempatkan manusia di bulan. Meskipun Musk belum menerima proposal tersebut, pemerintah tetap memiliki ambisi menjadikan Biak sebagai lokasi peluncuran pesawat luar angkasa.
Biak memiliki luas hanya 1.746 km persegi, sedikit lebih besar daripada Kota London. Pulau yang terletak di bagian Indonesia di New Guinea yang dikenal sebagai Papua Barat ini menjadi rumah bagi sekitar 100 ribu penduduk. Pulau ini dihuni oleh lebih dari selusin kelompok etnis asli yang berbeda. Meskipun terdapat beberapa pusat perkotaan, sebagian besar pulau masih tergolong perdesaan.
BACA JUGA:
"Kebanyakan orang Papua di daerah itu masih hidup dari daerah sekitar mereka, seperti memancing, berkumpul. Mereka masih sangat bergantung pada lingkungan mereka," kata Associate Riset Postdoctoral di University of Sydney Sophie Chao kepada BBC (23/4).
Namun, Biak juga memiliki beberapa keistimewaan yang membuatnya menarik bagi siapa saja yang memiliki ambisi luar angkasa. Pulau tersebut kaya dengan nikel dan tembaga. Kedua bahan itu digunakan untuk membuat roket.
Selain itu, lokasinya yang berada satu derajat di bawah ekuator, membuatnya pulau ini ideal untuk meluncurkan pesawat ruang angkasa, karena lebih sedikit bahan bakar yang dibutuhkan untuk mencapai orbit.

Sebenarnya, ambisi luar angkasa Indonesia untuk Biak dimulai jauh sebelum nama Elon Musk beredar. Badan Penerbangan dan Antariksa (Lapan) telah mengawasi pulau itu selama beberapa dekade. Lembaga ini pada 1980 juga membeli sebidang tanah seluas 100 hektare. Namun, karena berbagai tantangan, rencana-rencana tersebut belum terwujud.
Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin mengatakan kepada BBC News, proyek tersebut akan membawa modernisasi yang sangat dibutuhkan di pulau itu. Sebuah landasan peluncuran potensial, katanya, akan merangsang pariwisata dan industri satelit di Biak, mengubahnya menjadi "masyarakat yang lebih modern" dalam dekade berikutnya.
“Kami akan mempertahankan nilai-nilai tradisional Biak, tetapi [masyarakat di sana] mungkin tidak perlu lagi bergantung pada tanah sebagai tempat berburu, atau tempat bercocok tanam. Penggunaan tanah dapat berubah dengan masuknya industri yang lebih maju," dia menjelaskan.
Menurut Djamaluddin, Lapan saat ini sedang menjajaki dua kemungkinan skenario. Pertama, situs peluncuran skala kecil yang mampu mengirim satelit di bawah 100kg ke luar angkasa. Ini akan sesuai dengan kebutuhan proyek seperti SpaceX, dan hanya akan membutuhkan 100 hektare lahan yang saat ini dimilikinya.
Rencana kedua yang lebih ambisius ialah membangun stasiun luar angkasa internasional berskala besar yang mungkin membutuhkan lebih banyak lahan.

SpaceX belum secara resmi mengkonfirmasi minat mereka untuk membangun landasan peluncuran di Biak, tetapi menurut Djamaluddin, Musk tampak 'tertarik' ketika Presiden Joko Widodo menyebut soal lokasi ini.
Selain SpaceX, pihaknya juga telah mendekati Jepang, Korea, China dan India sebagai calon investor. Lalu mengapa pemerintah begitu tertarik untuk menawarkan Biak?
"Ini akan membawa modal politik yang sangat besar bagi Indonesia, untuk [memantapkan dirinya] sebagai pemain kuat di ranah ASEAN," kata Associate Professor Wolfram Dressler dari University of Melbourne.
"Ini juga salah satu cara untuk menarik arena perselisihan politik lebih dekat ke [ibu kota]. Jadi ini bukan sesuatu yang hanya tentang peluncuran luar angkasa dan kemungkinan pendapatan ekonomi - ini juga operasi politik," Dressler menambahkan.
Pada akhirnya, kata Chao, dua skenario: Biak subur yang diinginkan penduduk desa dan pembangkit tenaga luar angkasa yang diimpikan pemerintah, tidak dapat hidup berdampingan.
"Proyek (luar angkasa) merupakan proyek yang sangat visioner - ini tentang impian eksplorasi ekstra-terestrial dan penuh keajaiban. Tetapi bahayanya adalah bahwa mimpi teknologi ini datang (dengan mengorbankan) orang Papua, yang mimpinya sering jauh lebih sederhana," tutup Chao.(aru)