Putar Suara Burung di Tempat Usaha Juga Kena Royalti, Ini Penjelasan LMKN

Jumat, 08 Agustus 2025 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menegaskan bahwa pemutaran rekaman suara burung di tempat komersial bisa dikenakan royalti. Ini berlaku jika rekaman tersebut memiliki produser atau pemegang hak terkait.

"Dikenakan royalti karena ada pemegang hak terkait karya rekaman suara itu," ujar Komisioner LMKN, Dedy Kurniadi, Jumat (8/8).

Dedy menjelaskan bahwa meskipun beberapa tempat usaha mulai mengganti musik dengan suara alam untuk menghindari royalti, upaya penarikan royalti oleh LMKN tetap berlanjut. Ia berharap para pengusaha bersedia membayar royalti untuk mendukung kesejahteraan para pencipta lagu dan pemilik hak terkait.

Baca juga:

Enggak Harus Keren, yang Penting Lucu: Pesan Oslo di Video Musik Barunya

Dedy juga menyoroti rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia terkait pembayaran royalti. Ia membandingkan royalti musik yang terkumpul di Indonesia yang hanya mencapai Rp75 miliar, jauh di bawah negara tetangga seperti Malaysia yang bisa mencapai Rp600 miliar.

Ia berharap masyarakat semakin menyadari pentingnya mendukung para pencipta lagu agar mereka juga bisa sejahtera.

Baca juga:

Hubungan Indonesia dan Timor Leste Makin 'Lengket', Kini Fokus Perdagangan dan Dukungan ASEAN

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM juga telah mengimbau para pelaku usaha untuk membayar royalti atas musik yang diputar di ruang publik komersial.

Aturan ini berlaku bahkan jika mereka telah berlangganan layanan streaming seperti Spotify atau YouTube Premium. Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko, menjelaskan bahwa langganan pribadi tidak mencakup hak pemutaran musik untuk tujuan komersial. Pembayaran royalti ini diatur oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021.

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan