Punya Utang Rp30 Juta, Omzet Edi Kini Rp500 Juta/Bulan
Minggu, 29 November 2015 -
MerahPutih Bisnis - Kisah sukses Edi Hartono, 24, membangun merek Kue Cubit Eropa tidak dibangun dalam satu malam. Laiknya kisah kebanyakan pengusaha, pria 24 tahun lulusan STAI Acprilesma, Bekasi Barat ini pun merasakan jatuh bangun membangun bisnisnya.
Sejak awal Edi telah membulatkan tekad untuk menjadi pebisnis. Tekadnya menjadi pengusaha sukses menggebu-gebu.
"Awalnya, saya mencoba jual keset rumahan keluaran dari pabrikan. Usai kuliah saya berjualan keset di pasar malam," ungkap Edi saat ditemui Merahputih.com di kawasan Jatiasih, Bekasi, Sabtu (27/11).
Usaha yang ditekuni Edi tak bertahan lama. Pasalnya, pabrik tempatnya mengambil keset menaikan harga sementara banyak penjual keset melalui daring (online) dengan harga lebih murah dan desain lebih atraktif.
Edi banting stir berjualan telur ayam negeri pada 2010. Dengan modal sisa tabungan dari jualan keset Edi membeli telur ayam negeri satu mobil bak. Menurutnya, itu sudah ketentuan dari pihak agen.
Edi pun mulai menjadi pemasok telur ayam ke sejumlah warung kelontong, sisanya disimpan. Tapi, telur-telur itu membusuk akibat terlalu lama menumpuk di gudang. Akibatnya, Edi rugi sampai Rp30 juta lebih.
"Saya sempat kebingungan. Untuk melunasi utang saya sempat bekerja di sebuah perusahaan," tuturnya.
Peristiwa ini tidak membuat Edi patah arang. Ia pun bergabung dengan sekolah bisnis dan motivator Bintang Revolusi.
"Di sana saya bertemu dengan beberapa pengusaha yang sudah sukses. Saya diajarkan semua mengenai dunia usaha. Nah dari situ, saya bangkit lagi," katanya dengan nada bersemangat.
Ia memulai berjualan makanan ringan crepes di kantin-kantin beberapa universitas ternama di Jakarta, seperti Trisakti, Universitas Atma Jaya, dan Universitas Tarumanegara. Resep membuat crepes dipelajari sendiri dari coba-coba. Ternyata respons dari mahasiswa sangat bagus crepes buatannya laris dibeli para mahasiswa. Dalam satu bulan ia bisa menjual 700-800 porsi.
Setelah sukses dengan crepes, Edi mengembangkan sayap dengan membuka gerai Crunchy Potatos (kentang goreng) dan pisang pasir. Tapi, usaha pisang goreng pasirnya terpaksa gulung tikar.
Edi tak berhenti di situ. Pada dua tahun silam ia mulai mengembangkan Kue Cubit Eropa. Awalnya, ia ingin membuat cemilan tradisional itu naik kelas sejajar dengan serbuan jajanan produk waralaba dari luar negeri. Karena rasanya unik, Kue Cubit Eropa langsung mendapat tempat di hati konsumen.
Edi pun membuka kesempatan bagi pihak lain yang ingin bekerjasama dengan menjadi mitra bisnis dengan sistem waralaba. Kebanyakan mitra bisnisnya adalah ibu rumah tangga, guru, mahasiswa dan anak muda.
Edi menawarkan tiga macam paket yang terdiri dari paket exclusive sebesar Rp14,9 juta, paket ekonomis sebesar Rp9,9 juta, dan paket tanpa booth sebesar Rp6,9 juta
"Khusus untuk mahasiswa yang usianya kurang dari 25 tahun kita kasih diskon Rp1 juta," ucap Edi. Di samping itu, mereka juga mendapatkan booth gratis. Hal ini dilakukan karena ia ingin mendorong para mahasiswa menjadi pebisnis. Berbeda usaha waralaba lain, Edi tidak memungut franchise fee dan royalty fee dari mitranya.
Untuk menjaga kualitas, sesekali Edi mengirim stafnya berpura-pura menjadi pelanggan. "Pelayan kan suka ada yang jutek, jadi ada tim kami yang menjadi mystery guest untuk memeriksa kualitas pelayanan," katanya.
Omzet Edi cukup besar. Kini ia bisa meraup penghasilan hingga Rp500 juta per bulan dari berbagai jenis usaha. Pada Desember mendatang, ia ingin membuka bisnis event organizer dan penjualan alat tulis kantor (ATK). Edi menyiapkan kantor di kawasan Kota Wisata, Bekasi. "Alhamdulillah dari usaha ini saya bisa membantu sesama," ujarnya sambil tersenyum. (Abi)
BACA JUGA: