Kebijakan PSSB Total Bikin Menteri Jokowi Kebakaran Jenggot

Kamis, 10 September 2020 - Andika Pratama

MerahPutih.com - Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta dinilai kurang efektif. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta seharusnya memperketat pengawasan dan penegakan hukum.

"Tidak tepat karena tidak efektif untuk memutus mata rantai COVID-19," kata pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah kepada wartawan, Kamis (10/9).

Baca Juga

NasDem Desak Anies Rombak GOR Jadi Tempat Isolasi Mandiri Pasien Corona

Trubus menyebut mobilitas masyarakat di Jakarta sangat tinggi. Pergerakan masyarakat ke Ibu Kota juga berasal dari wilayah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek).

Menurut Trubus, pengawasan PSBB total sulit dilakukan. Trubus memprediksi PSBB total juga bakal berdampak pada perekonomian. Sebab, sebagian besar sektor usaha akan ditutup kembali.

"Para pelaku usaha bangkrut nanti kalau mau buka usaha modalnya besar lagi," tutur akademisi Universitas Trisakti itu.

Seharusnya, kata Trubus, PSBB transisi tetap dijalankan. Tapi, pengawasan dan penegakan hukum diperketat. Apalagi, sudah banyak regulasi yang bisa dijadikan landasan hukum. Misalnya, Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 41 tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi terhadap Pelanggaran PSBB dan Pergub Nomor 79 tahun 2020 tentang Denda Progresif Pelanggar PSBB.

Anies
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Foto: ANTARA

Trubus menambahkan seluruh upaya itu harus dibarengi monitoring dan evaluasi yang ketat. Pemprov DKI harus rutin memantau dan memetakan wilayah mana saja yang masih rawan COVID-19.

"Itu harus dilaksanakan supaya masyarakat jera," ucap dia.

Keputusan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) lagi pada 14 September 2020 membuat sejumlah Menteri Jokowi kebakaran jenggot.

Mereka mengkhawatirkan dampak PSBB pada perekonomian yang saat ini trennya sedang membaik usai terpukul pada PSBB Maret 2020. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengaku khawatir dengan pengumuman Anies tersebut.

Ia bilang beberapa bulan terakhir, tren kinerja industri sudah relatif membaik. PMI manufaktur sudah kembali menyentuh angka 50,8 alias di atas ambang batas minimum 50 pada Agustus 2020 lalu.

“DKI kembali akan menerapkan PSBB ketat. Ini tentu sedikit banyak akan kembali memengaruhi kinerja industri manufaktur yang ada di RI, apalagi kalau diikuti provinsi lain yang kembali menerapkan PSBB ketat. Kami melihat industri yang sudah menggeliat ini, kami khawatir mendapat tekanan," ucap Agus dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Kadin, Kamis (10/9).

Wakil Menteri Luar Negeri RI Mahendra Siregar juga mengkhawatirkan keadaan serupa. Mahendra mengatakan perlu ada pengecualian bagi sektor industri yang bisa menjalankan protokol kesehatan.

Ia menilai Kadin bisa menciptakan standar yang bisa diikuti tiap industri dan hal ini perlu didorong untuk diakomodir oleh Pemprov DKI Jakarta.

“Saya khawatir kalau dipukul rata seperti ini, tidak realistis kita berpandangan pandemi akan selesai. Dalam jangka pendek maka tidak ada yang tahan," ucap Mahendra.

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto juga mewanti-wanti dampak PSBB ini. Ia bilang jika PSBB diberlakukan, ada risiko jalur distribusi terganggu.

Baca Juga

Efek Rencana PSBB Anies, IHSG Anjlok Sampai BEI Bekukan Perdagangan Saham

Ia bilang kelancaran jalur distribusi diperlukan kelancaran jalur-jalur distribusi termasuk logistik supaya usaha dan perekonomian tetap berjalan.

“Karena PDB kita 50 persen konsumsi. Kalau distribusi ini tidak lancar akan mengganggu PDB RI," ucap Agus. (Knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan