Jangan Jadikan Sepak Bola Kendaraan Politik

Selasa, 21 November 2017 - Andika Pratama

MerahPutih.com - Permasalahan sepak bola Indonesia memang masih menjadi pekerjaan PSSI. Perlu adanya pembenahan mulai dari kompetisi di tiap level masih kusut, tim nasional, sarana-prasarana, hingga pembinaan pemain muda.

Oleh karena, PSSI perlu fokus untuk memperbaiki itu semua, terutama bagi Ketua Umum Pangkostrad Letjen Edy Rahmayadi. Namun, kini fokus Edy terpecah setelah resmi ditetapkan sebagai calon gubernur Sumatera Utara oleh PKS dan Gerindra.

Hal ini tentu menjadi tanda tanya bagi pencinta si kulit bundar tanah air. Ada anggapan bahwa Edy Rahmayadi menjadikan jabatan di PSSI hanya sebagai batu loncatan. Pasalnya, selama ini sepak bola memang acap dijadikan kendaraan politik yang efektif.

"Sejauh ini begitulah yang dilihat dari kacamata para politisi. Jangan sampai ke depannya jadi preseden buat masa depan PSSI. Bahwa sepak bola (baca: pssi) sekadar jadi batu loncatan politik," kata koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali kepada MerahPutih.com, Selasa (21/11).

"Bisa jadi politiknya lebih menonjol daripada sepak bolanya. Pengalaman mengatakan demikian. Era Nurdin (Halid), Djohar (Arifin), La Nyalla (Mattaliti) bahkan sampai era Edy Rahmayadi saat ini," sambungnya.

Jika sepak bola digunakan sebagai kendaraan politik, maka akan sangat tidak baik untuk sepak bola Indonesia yang ingin menjadi profesional.

"Kalau dalam kacamata politik ya wajar, politikus akan memanfaatkan segalanya untuk kepentingan politiknya. Dalam politik tak ada kawan abadi dan musuh abadi. Yang abadi hanya tujuannya. Dalam perspektif olahraga, sepak bola, ini harus dihindari. Sepak bola itu hakikatnya sportif dan fairplay," papar Akmal.

"Sepak bola harus bicara tentang sepak bola. Tidak dicampuradukkan dengan politik. Sepak bola bukan alat politik praktis. Sepak bola alat perjuangan bangsa lewat medium olahraga," jelasnya.

SOS juga menyatakan ketika sepak bola dicampuradukkan dengan politik maka yang menonjol adalah politiknya yang tidak sportof dan fairplay. Sepakbola dalam perkembangannya harus dikelola oleh orang-orang yang profesional.

Karena itu SOS menyarankan pengelola sepak bola yang mendua harus memilih salah satunya.

"Ketika sepak bola dijadikan tunggangan politik maka akan hilang jatidirinya. Kita sudah mengalami ini semua. Sepak bola kita berantakan karena dicampuradukan dengan politik praktis." pungkasnya.

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan