Film Daur Ulang tak Semudah Dibayangkan

Selasa, 27 Maret 2018 - P Suryo R

TAHUN 2017, bisa dikatakan banyak rilis film-film garapan ulang. Istilah tersebut biasa disebut 'remake' ataupun 'reboot'. Sebut saja film Warkop DKI Reborn, Pengabdi Setan, Jomblo, dan yang akan rilis tahun ini Keluarga Cemara.

Sebenarnya remake dan reboot istilah yang hampir mirip. Ide cerita tetap terinspirasi dengan film 'lama' sebelumnya. Hanya saja alur cerita remake harus terpatok dengan plot film sebelumnya. Sementara reboot lebih leluasa dan bebas untuk mengembangkan plot.

pengabdi setan
Film Pengabdi Setan, remake tersukses

"Reboots punya keleluasaan bercerita dari mana dan bagaimana tentang universenya. Sedangkan remake harus mengikuti plot original," ungkap Yandy Laurens, sutradara remake Keluarga Cemara saat dihuhungi merahputih.com.

Dengan demikian sutradara tetap bisa memiliki kreativitas baik menggarap film remake ataupun reboot. Soal kesulitan membuat film remake, menurut Yandy juga tidak memiliki perbedaan dengan film lain.

Semua tetap tergantung kemampuan sang sutradara untuk menampilkan film itu sendiri. Pangsa pasar pun tetap bergantung dengan minat penonton. Yandy menegaskan kesulitan film remake kembali lagi kepada sang produser film.

"Saya pikir tantangan seperti ini justru adanya pada produser. Karena produser yang melihat film lebih luas dengan konteks pasar dan penontonnya," jelas Yandy.

yandy laurens
Yandy Laurens, tantangan ada pada produser. (Foto: twitter @yndLaurens)

Namun, ditambahkan Yandy, bisa saja film remake memiliki batasan yang lebih luas. Semua tergantung dengan kesepakatan pemiliki IP (Intelektual Properti) dan produser.

"Batasan perubahan ada pada kesepakatan produser dan pemilik IPnya, tergantung mereka. Ruang yang dimaksud adalah bentuk kesepakatan produser dan pemilik IP. Karena ruang itu bisa ditangkap sebagai batasan kreativitas. Atau jangan-jangan persamaan visi kreatif," kata Yandy.

Lebih dalam, rupanya film remake sendiri bukan mengikuti tren perkembangan film saat ini. Film garapan ulang sudah ada sejak dulu. Bahkan kreator film dari luar negeri pun kerap membuat film remake.Hal tersebut diungkapkan Joko Anwar yang film garapannya Pengabdi Setan sangat booming di kalangan pecinta film horor Indonesia.

"Film remake ini kan bukan cuma tren di Indonesia tapi seluruh dunia. Jadi sebenarnya bukan tren juga. Tapi long long time ago," kata Joko Anwar kepada merahputih.com melalu telefon.

joko anwar
Joko Anwar, jika tidak dikembangkan dengan baik terasa kurang segar. 9Foto: MP/Rizki Fitrianto)

Selain itu, kata Joko film remake memiliki keuntungan sendiri dari segi pemasaran. Pasalnya film tersebut sudah dikenal banyak orang. Seperti Pengabdi Setan itu. Penggemar film horor itu 'kangen' menonton pembaruan dari film itu.

"Kelebihannya pasti film remake, IP atau intelektual properti sudah dikenal semua orang. Sehingga membantu hal promosi dan marketing," menurut pria kelahiran 3 Januari 1976 itu.

Namun, ditambahkan oleh Joko bahwa menggarap film remake harus lebih teliti. Sebab harus bisa mengembangkan film itu sendiri tanpa melupakan benang merahnya, seperti inti cerita maupun tema. Kalau terlalu terpaku bisa-bisa malah membosankan.

"Kalau Kekurangannya mungkin filmnya bisa jika tidak dikembangkan dengan baik oleh pembuatnya bisa terasa kurang segar," imbuh Joko.

Pengembangan cerita sendiri kata Joko termasuk memasukkan karakter baru sebagai pendukung cerita dan dikembangkan sesuai kreativitas sutradara masing-masing. Tentunya dalam segi pembaruan latar waktu. Tidak mengapa jika film remake memiliki latar waktu lebih modern dari film sebelumnya.

"Enggak apa-apa mau diganti zaman modern misalnya tahun 1955 terus mau di bikin remakenya tahun 2000an enggak apa-apa," tambah peraih penghargaan sutradara terbaik Iboma 2018 itu.

Film remake tetap bisa dikembangkan meskipun harus mengikuti plot. Semua tergantung lagi dengan tangan sutradara yang menggarap remake tersebut. Yang terpenting ialah tidak perlu merombak benang merah dari film itu sendiri.

"Kalau secara general namanya remake kan dibuat ulang artinya tidak melupakan benang merah ceritanya, temanya," tutupnya. (ikh)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan